Langsung ke konten utama

The Beginning After The End Chapter 292 (Bag 2) Bahasa Indonesia


Bab 292: Kepingan yang Hilang (Bag 2) 

Upaya ketiga dalam menyatukan potongan teka-teki tidak menghasilkan hal luarbiasa, namun aku mencapai momen pemahaman yang tak terduga. Dari hal yang kulakukan tanpa sadar, ketika aku berhenti mencoba menggunakan semua bagian untuk membuat sesuatu namun sebaliknya hanya membangun sebuah persegi besar dari beberapa bagian yang kubutuhkan.

Bentuknya relatif sederhana, mengatur potongan-potongan puzzle dalam pikiranku. Setelah aku memutuskan apa yang akan dibuat, sepertinya potongan-potongan itu muncul dengan sendirinya didepanku saat dibutuhkan.

Ketika persegi itu selesai, itu mulai bersinar dan berkilau seperti minyak di atas air, lalu garis sambungan dari puzzle memudar dan hilang, terbentuklan sebuah persegi besar yang melayang seperti sebuah lorong entah kemana. Kilauan cahaya menghilang, dan di dalam lorong persegi itu aku bisa melihat sesuatu, itu aula cermin.

Regis masih di samping tubuhku. Kalon sekarang tidur sementara Ezra menjaga adiknya. Haedrig, mengejutkanku, tangannya menyentuh salah satu cermin, tampaknya sedang berkomunikasi dengan penghuninya. Namun, tidak ada yang terdengar dari perkataan mereka. Nyatanya, tidak ada suara sama sekali dari jendela.

Aku bingung. Meskipun aku jelas membuat semacam terobosan, aku tidak mengerti bagaimana jendela ke dunia luar ini membantu ku, atau apa kaitannya tentang dekrit aether yang aku coba kuasai.

Mengalihkan pandangan dari persegi itu, aku mulai membangun persegi kedua yang lebih kecil dengan sisa potongan puzzle. Hasilnya, tampak lebih seperti adonan yang digiling, dengan sisi luar tidak beraturan, daripada sebuah persegi, karena aku kekurangan potongan untuk membuatnya sempurna. (Note. Hanya perumpamaan, anggap saja persegi yang sudutnya belum terbentuk karna kurangnya potongan puzzle)

Perlu tiga percobaan lagi, menyusun bentuk lebih kecil, untuk membuat persegi sempurna kedua. Aku menunggu, tetapi tidak terjadi apa-apa — tidak ada cahaya, tidak ada energi yang menyatu, tidak ada jendela ke dunia luar.

Saat itulah aku mendapatkan petunjuk lainnya.

Bagaimana jika persegi — atau, secara teori, sebuah bentuk — menjadi kuci untuk memahami beberapa aspek tertentu dari dekrit aether yang sedang aku coba pelajari? Jika aku berasumsi bahwa membangun teka-teki ini adalah metafora untuk mempelajari dekrit tertentu, maka menyusun bentuk yang sama — seperti sebuah persegi — tidak akan menambah wawasanku terhadap teka-teki ini.

Dengan pemikiran ini, aku mengubah persegi yang lebih kecil, tetapi saat melakukan itu inti aetherku hampir kosong.

Ketika aku membuka mata, aku melihat hal yang sama seperti yang ku lihat melalui jendela di dalam meditasiku.

"H-Haedrig," kataku, merasa suaraku serak karena tenggorokan kering.

Ascender itu menarik tangan dari cermin dan dia dengan cepat berjalan ke arahku.

Aku meneguk minum cukup lama dari kantong air kulit yang ada di sebelahku, hingga membasahi daguku.

"Hati-hati," kata Haedrig. "Kami semua mungkin menyesal tidak membawa persediaan sebanyak yang kau lakukan sebelum kita terjebak di tempat ini."

"Sudah berapa lama?"

Aku akan mengatakan mungkin dua belas... lima belas jam sejak kau meditasi. Haedrig memperhatikanku dengan cermat, hampir dengan gugup.

"Sebenarnya, sudah tiga belas jam empat puluh delapan menit. Bukan berarti aku menghitung atau apa."

"Wow. Setidaknya aku bertahan lebih lama. "

“Dan kita hampir kehabisan makanan!” Ezra memotong, menatapku dengan tidak percaya. “Apa kau berharap untuk tetap begitu sampai kita semua mati kelaparan?”

"Kau harus menjatah persediaanmu," bentakku, tetapi sebelum Ezra bisa menjawab, aku mengambil bundel makananku dari rune penyimpanan di lengan bawahku dan melemparkannya padanya. "Aku bisa bertahan selama beberapa hari." Sambil melirik Haedrig, saya menambahkan, "Pastikan itu dibagi — dan dijatah kali ini."

Ezra melemparkan bungkusan itu ke bangku di sebelahnya dan duduk kembali. "Terima kasih, pahlawan."

Mencoba menyembunyikan senyumnya, Haedrig duduk di sampingku dan minum dari termosnya sendiri. Saat aku tetap diam, dia menoleh padaku dan mengangkat alis. "Jadi?"

Aku menggelengkan kepala. Aku membuat beberapa kemajuan, tapi belum ada pencerahan.

Haedrig minum lagi, lalu menertawakan dirinya sendiri dan menyimpan termosnya di cincin dimensinya. Lihat aku, tidak mengindahkan nasehatku sendiri. Kami duduk diam sejenak saat aku mulai mengisi kembali aetherku. “Jadi, aether…”

Aku menghela nafas. Meski enggan membahasnya, aku juga terkejut mengapa butuh waktu lama bagi salah satu dari mereka untuk mengungkit hal itu, setelah aku membicarakan aether dengan Ada-palsu. Cara terbaik untuk berbohong, telah ku putuskan, dengan mengatakan kebenaran sebanyak mungkin.


Credit to Tapas as original english publisher. Support author dengan baca dan subscribe versi inggrisnya di tapas. Banyak bonusnya juga. Dengan harga terjangkau kalian bisa baca banyak novel. "Join Tapas to discover amazing stories and unlock episodes of unique comics and books. Use my invite code AMIR280K for 200 Ink! tapas.io/app"