Langsung ke konten utama

Novel The Beginning After The End Chapter 298 (Bag 1) Bahasa Indonesia

 

Bab 298: Tracks  (Bag 1) 

Regis dan aku berdiri di gapura yang membuka jalan ke terowongan salju. Jalan masuk itu sebagiannya sudah runtuh, dengan cepat tertimbun salju. Di depan kami terdapat hamparan yang kabur berwarna putih ke abu-abuan, deru angin kencang merobek dan menghempas salju dengan kecepatan yang cukup untuk menyayat daging dari tulang.

Aku menggaruk pipiku. “Mungkin tidak seburuk kelihatannya.”

Regis terkekeh. "Bayangkan jika itu menjadi kata-kata terakhirmu."

Mengabaikan komentar sinis rekanku, aku mendekati ujung terowongan, di mana salju telah menumpuk dan sebagian besar memenuhi jurang yang sebelumnya dibuat oleh Caera, hanya menyisakan divot yang dangkal. Bintik-bintik ungu dari aether berputar-putar di dalam badai, membuat salju berwarna merah muda dan semakin sulit untuk dilihat.

“Tunggu, kau serius?” Regis bertanya, berjalan di mengitariku untuk berdiri di antara aku dan badai. "Kemarin, Kita hampir tidak bisa melihat dua kaki di depan kita dan sekarang badai nyabahkan lebih parah."

“Yah, kita tidak bisa terus memutar-mutar ibu jari berharap badai akan berlalu,” kataku, melangkahi rekanku.

Aku membalut diriku dengan aether, memperkuat tubuhku dari dingin dan memotong pecahan salju dan es. Memanjat divot, aku mulai keluar dari terowongan. Kakiku terbenam salju setiap aku melangkah sehingga aku harus menggunakan tanganku untuk membuat sedikit jalan.

Meskipun cadangan aether terisi dengan cepat, aku tetap bisa merasakan intiku terkuras untuk melundungi diri dari angin yang terus-menerus memotong pelindung aetherikku. Aku harus berjalan perlahan dengan langkah lebar agar tidak terlempar oleh badai. Angin aetherik terus-menerus berubah arah, menggeser pandangan dengan setiap hempasan dan membuatku ragu dengan arah yang ku tuju.

"Sialan," kutukku, suaraku tenggelam oleh deru angin.

Mengakui kekalahan, aku berbalik. Badai salju sudah mulai mengisi jalur yang ku buat hingga titik ini, tetapi menggunakan ikatanku dengan Regis sebagai jangkar, aku dengan cepat menemukan pintu masuk ke terowongan berukir aether yang sudah hilang tertimbun salju.

Pada saat aku kembali, Caera sudah bangun dan berdiri di samping Regis, terbungkus rapat dengan beberapa lapis bedroll (kasur gulung).

Caera menatapku sebelum merinding. "Hanya dengan melihatmu sudah membuatku merasa lebih dingin."

Aku melihat kebawah, memperhatikan diriku sendiri yang sudah berlapis salju tebal dari ujung kepala hingga ujung kaki.

“Apa kau menemukan sesuatu di luar sana? Sedikit salju, mungkin?” Regis bertanya dengan seringai serigala.

Menyapu gumpalan salju tebal dari rambut dan bahuku, aku sengaja menjatuhkannya ke atas rekanku.

"Hei!" Regis berteriak, suara kecilnya teredam oleh salju. Dia berjuang untuk membebaskan wujud mungilnya dari salju lalu Caera menunduk dan menarik ekornya.

“Sepertinya kita akan terjebak di sini sebentar,” kataku pada Caera sambil mengibaskan sisa saljuku.

Bangsawan Alacryan itu menghela nafas. "Aku sudah memikirkannya."

Berjalan kembali di sepanjang terowongan dan masuk ke dalam kubah, aku duduk di kemah darurat kami dan mulai berpikir. Hanya menunggu tanpa solusi terasa hampir sama mengerikannya dengan perjalanan melewati badai salju. Aku bingung apakah akan menggunakan waktu ini untuk mengasah inti aetherku, tetapi prosesnya membuatku terlalu rentan untuk kenyamananku disisi lain Regis masih perlu waktu untuk normal kembali.

Saat aku terus memikirkan tindakan selanjutnya, tatapanku tertuju pada Caera, yang sedang menggali tumpukan barang di kaki tangga. Matanya berbinar saat dia mengambil sebuah barang kecil sebelum memasukkannya ke dalam sakunya, lalu dia kembali melihat lagi. Setelah beberapa saat, dia kembali ke tumpukan kasur gulung yang telah kami susun, membawa segenggam tulang kecil dan batu yang halus.

"Apa yang sedang kau lakukan?" Aku bertanya.

“Kemarilah dan kau akan lihat,” katanya sambil menepuk-nepuk tanah di sampingnya.

Rasa ingin tahu menguasaiku, aku berjalan ke arahnya, dia sedang menggunakan pisau untuk menggambar garis tipis di batu halus itu hingga bentuk garis heksagonal kasar terukir.

Pada awalnya, ku pikir dia mencoba memetakan koordinat kami di dalam zona tersebut, tetapi kemudian dia mulai menempatkan bermacam-macam batu dan tulang secara acak ke dalam dua sisi yang  dari garis.

“Apa ini, kebetulan, sebuah game?” Tanyaku, alis berkerut.

“Ini adalah permainan strategi yang populer di kalangan high-blood,” jelasnya, menyesuaikan beberapa bidak sehingga berada di tengah segi enam. “Aku membawa papan portabel selama ascentku, tetapi karena cincin dimensiku rusak, aku harus membuat penggantinya.”

Caera tidak makan selama berhari-hari. Dalam kondisi dingin ini, di mana tubuhnya membakar lebih banyak energi untuk mengatur suhu internalnya, dia akan bertahan selama seminggu, mungkin dua minggu, tanpa makanan yang layak. Namun dia sepertinya tidak peduli saat dia duduk di depan papan yang dibuat dengan kasar.

“Apa sekarang benar-benar waktu yang tepat?” Tanyaku, masih berdiri.

Caera mengangkat alis saat dia melihat ke atas. "Maaf, apa kau punya urusan mendesak lainnya yang harus diselesaikan, Grey?"

Aku memutar mataku, lalu duduk di ujung papan buatan itu. “Ok, tapi kau harus mengajariku dasar-dasarnya. ”


Credit to Tapas as original english publisher. Support author dengan baca dan subscribe versi inggrisnya di tapas. Banyak bonusnya juga. Dengan harga terjangkau kalian bisa baca banyak novel. "Join Tapas to discover amazing stories and unlock episodes of unique comics and books. Use my invite code AMIR280K for 200 Ink! tapas.io/app".            

Komentar

Posting Komentar