Novel The Beginning After The End Chapter 302 ( Bag 3) Bahasa Indonesia

 

Bab 302: God Step  (Bag 3) 

Shadow Claws tampaknya tidak melindungi diri mereka sendiri dengan aether, dan kedua binatang kecil itu kalah hanya dengan pukulan ringan ku, bahu dan leher mereka hancur.

Aku berlutut di dekat tubuh-tubuh itu sambil menunggu Caera menyusul. Dari dekat, aku melihat bahwa cakar kucing yang besar itu tidak terbentuk secara alami.

Hanya bagian itu yang terbentuk dengan aether, aku heran, masih ada makhluk di tempat yang berbahaya seperti Relictomb yang tanpa pertahanan alami.

"Apa kau baik-baik saja?" Caera bertanya saat dia berjalan di belakangku. “Aku melihat kakimu tadi… oh.”

Aku kembali menatapnya dari balik bahuku. "Penyembuhan diriku sedikit cepat."

"Kau terlalu rendah diri," katanya sebelum pandangannya beralih ke Shadow Claws. "Apa kau menemukan sesuatu?"

"Aku sedang memeriksanya". Aku berbalik dan mempelajari mayat Shadow Claws. Mereka tidak mengenakan pakaian apa pun, tetapi memiliki kantong kulit sederhana yang digantung di ikat pinggang di sekeliling pinggang mereka. Aku melepaskan ikatan tali kulit yang mengikat salah satu kantong dan mengambil beberapa benda kecil.

Yang pertama adalah sepotong daging kering. Aku mengendus dagingnya, lalu menyicip sedikit, Caera memperhatikanku dengan penuh harap, seperti anak anjing yang menatap camilan.

Aku meraih leherku, melebarkan mataku karena batuk tersedak.

Bangsawan Alacryan itu kaget. "Grey!"

Aku dengan gemetar mengangkat sisa daging kering sebelum memasukkannya ke dalam mulutku. "Bercanda."

Caera kebingungan, lalu menyipitkan matanya. "Itu tidak lucu."

'Menurutku itu lucu,' kata Regis dengan nada setuju.

Terima kasih, aku menanggapinya dan merogoh sisa kantong, senyuman tampak di sudut bibirku.

Selain beberapa potongan daging kering, Shadow Claws juga membawa pisau hitam yang terbuat dari sesuatu yang terlihat seperti paruh.

'Benda ini pasti hadiah kecil mereka dari saling membunuh, bukan?' Regis menunjukkan.

Aku meletakkan pisau itu ke dalam rune dimensi penyimpanan, berpikir itu mungkin bisa digunakan sebagai bahan tawar-menawar untuk mendapatkan lebih banyak telur Spear Beak, dan aku menyerahkan daging kering ke Caera. “Ini, ditambah dengan buah-buahan yang kita dapatkan dari desa Four Fists, akan membuatmu untuk tidak memakan lenganku dalam bertahan hidup.”

“Lelucon lainnya, Gray?” Caera bertanya, ngeri.

Aku mengangkat bahu. "Bisa iya bisa tidak."

Item berikutnya yang keluar dari tas adalah tiga batu putih yang memiliki tekstur halus hampir seperti sutra.

"Lihat." Aku mengangkatnya agar bisa dilihat Caera. Itu adalah batu yang sama dengan kubah dan portal.

Dia mengangkat empat batu dengan ukuran dan bentuk yang sama. "Yang ini juga punya."

Caera memiliki setumpuk kecil barangnya sendiri: empat batu, segumpal daging kering, segenggam beri kecil berwarna keunguan, dan seutas tali tipis kokoh yang tampaknya ditenun dari rumput kuning. 

Barang terakhir dari kantong itu adalah lembaran persegi datar dengan lebar sekitar tiga inci. Awalnya ku pikir itu sampah, lalu aku membaliknya, terlihat gambar yang terukir secara realistis dari dua Shadow Claws muda yang bersandar satu sama lain.

'Wah,' gumam Regis.

Itu adalah gambar yang buat dengan sangat baik, dan aku berpikir gambar itu pasti diukir di permukaan yang keras itu dengan cakar aetherik.

Caera mencondongkan tubuh ke arahku, memperhatikan gambar itu dengan kagum. "Ini ... mereka gunakan sebagai liontin, pengingat orang yang mereka sayang."

"Itulah yang ku pikirkan," aku setuju.

"Aneh," gumamnya, menelusuri ukiran gambar. “Mengapa mereka menyerang kita?”

"Mereka mungkin saja haus darah seperti yang diceritakan oleh tetua Broke Beak," kataku.

“Setelah apa yang kita lihat di desa Four Fists, tampaknya tidak sesederhana itu.” Tatapan Caera beralih ke mayat pemandu kami. Bagaimana jika itu karena Swiftsure?

Aku memandangnya dengan penuh pertanyaan, tetapi tetap diam, membiarkan pikiran itu muncul di benakku. Dari apa yang telah kami lihat, permusuhan antar suku itu jelas. Spear Beak menggantungkan kulit Four Fists di dinding mereka untuk dekorasi, tapi pemimpin Four Fists yang telah ku lawan memiliki penutup kepala yang terbuat dari bulu dan cakar Spear Beak, dan Shadow Claws membawa pisau yang terbuat dari paruh Spear Beak. Anggota dari kedua suku telah menyerang kami bukan karena mereka lebih kejam atau lebih buas dari pada Spear Beak; itu karena kami datang bersama Spear Beak.

Aku menggelengkan kepala. Ini semua hanyalah spekulasi pada saat ini, tetapi satu hal tetap benar: Tato, ukiran, dan sekarang gambar terukir ini bukan hanya tanda-tanda kecerdasan. Mereka memiliki budaya yang berkembang.

"Kita harus pergi dan mengintai dulu," kataku sambil berdiri. Aku menatap dua tubuh Shadow Claws. “Tapi kita harus menyingkirkan mayat-mayat ini.”

Caera mengangguk dengan serius. Kilatan api hitam di telapak tangannya segera menelan kedua Shadow Claws.

Aku menggunakan aether sesedikit mungkin selama pertempuran, jadi daripada memanjat tebing berbatu ini, aku memilih spot yang tinggi di lereng gunung dan dengan God Step langsung berpindah ke sana, membawa Caera bersamaku jadi kami bisa menjangkau penglihatan yang lebih luas untuk mengamati target kami.

Caera menghela nafas tajam melihat pemandangan di sekitar kami. Sulit dipercaya Djin telah menciptakan seluruh tempat ini. Betapa absolutnya penguasaan mereka atas aether hingga bisa meninggalkan sesuatu yang aneh dan luar biasa seperti Relictomb.

Bukit-bukit yang melonjak tinggi di sekitar kami tampaknya sangat banyak hingga tak terbatas. Aku curiga ada sejenis tipuan disini, agar Caera dan aku terjebak di perjalanan tidak berujung. Itu tampak seperti pemandangan sama yang terus berulang.

Hembusan angin bertiup ke rambutku yang berwarna jerami, dan aku menyadari bahwa beberapa awan kelabu sekarang mengganggu langit biru, dan pemandangan langit memudar saat kabut halus bertiup.

"Cuaca berubah lagi," kataku pada Caera. Dengan level aether Regis yang sedang pemulihan, saat ini aku adalah satu-satunya yang bisa bertahan dari badai yang keras di zona ini.

Meskipun hampir menyerah pada badai secara langsung, namun, mata rubi Alacryan itu tetap teguh. "Kita hanya perlu menemukan desa Shadow Claw itu sebelum badai datang."

Dengan anggukan, aku memfokuskan aether ke mata untuk meningkatkan penglihatan dan mulai mengamati sekitar.

Butuh beberapa menit untuk menjelajahi banyak lembah tersembunyi yang tertutupi di sekitar kaki pegunungan yang lebih besar. Ketika aku tidak menemukan apa pun di atas dataran tinggi, kami melintasi satu tonjolan batu ke tonjolan berikutnya hingga tiba ke puncak yang lebih tinggi dan mulai mencari lagi.

Tidak butuh waktu lama untuk menemukan apa yang kami cari. Di bawah ku di punggung bukit berikutnya, ada sekitar dua puluh gubuk anyaman yang dibangun di dalam tebing. Mereka tersembunyi dengan baik di antara dua tulang batu yang melengkung, dan aku tidak dapat melihat jalan keluar atau masuk yang mudah.

Sebuah air terjun kecil jatuh di lereng gunung, menggenang di salah satu sisi desa. Aku melihat Shadow Claws, hampir seukuran semut dari sudut pandangku, membungkuk di atas air untuk mengisi sesuatu, lalu menghilang kembali ke dalam gubuk terdekat.

"Di sana." Aku mengarahkan jariku ke arah desa agar Caera bisa melihat juga.

Dia menghela nafas. “Jadi, dari posisinya yang sangat strategis, menurutku mereka pasti punya banyak keuntungan.”

“Untuk saat ini, mari kita kembali ke bawah,” jawabku pelan. “Kemungkinan besar masih ada pengintai atau penjaga lain di dekat sini.”

Dalam perjalanan kembali ke bawah, kami berhenti di tubuh Swiftsure. Itu bukan pemandangan yang bagus. Leher yang tadinya anggun diiris terbuka, bulu putihnya diwarnai merah dengan darahnya sendiri. Lidahnya yang kurus dan berduri menjuntai dengan aneh dari paruhnya.

Caera, yang berdiri di sampingku, merapatkan tangannya dan memejamkan mata, menundukkan kepalanya untuk memberi penghormatan sebelum mengalihkan pandangannya kembali padaku. “Haruskah kita mengubur atau membakar mayat itu?”

Aku menggelengkan kepala. Tidak keduanya.

Membungkuk di atas mayat Swiftsure, aku mencelupkan tanganku ke luka fatal di lehernya dan mengusapkan jari-jariku yang berlumuran darah ke wajah dan pakaianku. Caera bingung dan merasa jijik.

"Aku punya ide yang bisa menjadi solusi kita, membawa kita ke desa Shadow Claw," kataku saat aku berjalan perlahan menuju bangsawan Alacryan itu dengan jari-jariku yang berlumuran darah.

Caera menghela nafas pasrah. “Ide mu selalu gila. Bukannya aku sudah pernah mengatakannya?”


Credit to Tapas as original english publisher. Support author dengan baca dan subscribe versi inggrisnya di tapas. Banyak bonusnya juga. Dengan harga terjangkau kalian bisa baca banyak novel.

Commento

Postingan populer dari blog ini

Novel The Beginning After The End Chapter 345 (Bag 1) Bahasa Indonesia

Novel The Beginning After The End Chapter 445 Bahasa Indonesia

Novel The Beginning After The End Chapter 443 Bahasa Indonesia