Novel The Beginning After The End Chapter 310: Ellie POV Chapter 1 (Bag 1) Bahasa Indonesia

 

Bab 1:  Ditinggalkan (Bag 1) 

Ellie

Aliran sungai kecil di kota bawah tanah kami yang ditinggalkan oleh para penyihir kuno terlihat indah. Untung saja, pikirku. Ia bisa terbentuk begitu saja, mengalir di antara bebatuan dan mengeluarkan irama kecilnya yang menenangkan. Bahkan ketika Boo menangkap ikan yang gemerlap dari airnya, arus sungai tidak merasa seperti kehilangan ikannya. Tidak ada istilah patah hati baginya.

Tapi tidak denganku. Ke mana pun aku memandang, aku selalu teringat akan kegagalan, kehilangan, dan kematian keluarga ku.

Aku teringat akan kegagalan kami, wajah lelah, putus asa, dan dalam setiap tatapan kesedih an dan penuh iba yang ku dapatkan dari yang lain.

Bahkan jika mereka mengalami kerugian sendiri, mereka tetap memperlakukan ibu dan aku seperti piala kaca. Rasanya seperti kami adalah sesuatu untuk disorot, untuk di beri jarak di kerumunan, tetapi tidak dapat berinteraksi dengan mereka ... untuk diperlakukan seperti kami masih penting, meskipun kami hanyalah sisa dari masa-masa naik daun, ketika Arthur Leywin yang hebat masih melindungi Dicathen.

Ketika kakakku dan Sylvie menghilang, itu seperti bagian terakhir dari tanah padat di dunia telah terlepas dari bawah kaki kami, dan sekarang kami semua perlahan tenggelam ke dalam air gelap keputusasaan.

Atau begitulah kata Kathyln.

Aneh sekali. Aku mengira kematian orang tuanya akan menjadi sedikit lebih penting baginya daripada hilangnya kakakku, tapi ku rasa aku seharusnya tidak terkejut; semua orang selalu menyukai Arthur sang Lance, Arthur sang jenderal, Arthur sang pahlawan.

Tapi aku telah menyayangi Arthur sang kakak, Arthur sang teman… ketika dia masih ada.

Ibuku telah patah semangat, tersenyum sedih dan mengucapkan "terima kasih" setiap kali seseorang menyampaikan belasungkawa. Paling, sesekali dia menawarkan sedikit pengobatan kepada beberapa pengungsi yang terluka yang dibawa kembali ke tempat penampungan.

Aku pikir dia sudah hampir putus asa, ketika Arthur tidak kembali dari menyelamatkan Tessia, dia kehilangan harapan untuk yang lainnya. Sungguh menyakitkan untuk mengakuinya, tetapi jika bukan demi aku, aku pikir dia hanya akan meringkuk dan tidur, lalu tidak pernah membuka matanya lagi.

Mengambil batu yang rata dan halus, aku melemparkannya ke udara dan menangkapnya lagi.

Sudah berapa lama sejak Arthur dan aku berdiri di sini di tepi sungai bawah tanah ini dan dia mengajariku cara melempar batu melompat di atas air? Hitungan hari? Minggu? Aku mungkin juga telah mati dan dilahirkan kembali sejak saat itu.

Dengan kesal, aku melemparkan batu itu dengan keras ke permukaan air yang memercik.

Boo, yang telah mengambil tangkapannya dan berjalan dengan susah payah untuk mencari tempat makan yang empuk dan berlumut, mengangkat kepalanya, menatapku dengan serius. Bintik-bintik hitam di atas matanya menyatu, yang selalu membuatnya terlihat marah.

“Maaf Boo. Aku baik-baik saja." Meskipun aku tidak yakin dia mempercayaiku, makhluk manabeast yang seperti beruang raksasa itu mendengus dan kembali makan.

“Dengan tangan seperti itu, apakah kau akan beralih untuk melempar batu ke arah musuh kita daripada menembakkan panah?”

Aku berbalik, kaget, namun tetiap diam, aku menyadari bahwa hanya Helen Shard, pemimpin dari sisa Twin Horns. Helen telah menjadi mentorku di kastil, mengajar dan membantuku meningkatkan kemampuan untuk menembakkan panah mana murni dari busur ku.

Sungguh melegakan ketika dia tiba di tempat perlindungan bersama Durden dan Angela Rose, dan dia dengan cepat mengambil peran sebagai mentorku lagi.

Dia sepertinya memiliki semacam kepekaan magis saat aku memiliki "suasana hati yang buruk", seperti yang dia katakan, karena dia selalu muncul untuk mendukungku.

Aku mengibaskan rambutku dengan cara yang kekanak-kanakan yang aku tahu itu membuatnya kesal dan aku melihat kembali ke sungai. "Aku mencoba menangkap ikan untuk makan malam ibu."

Dari sudut mataku aku melihatnya mengangkat alis, menyeringai. "Seekor ikan? Dengan batu?"

"Menggunakan busur akan terlalu mudah," kataku angkuh, mengangkat hidung sedikit dan mengangkat dagu ke depan, gambaran dari seorang anak yang terlalu percaya diri dan sombong. Helen selalu menyuruhku untuk menjadi berbeda dari anak bangsawan di kastil, dan itu membuatnya semakin kesal ketika aku bertindak seperti mereka.

Berubah serius, Helen menunjuk ke air. Mari kita lihat nanti.

Membalas tatapan serius, aku mengambil busurku yang bersandar pada batu besar dan memeriksa air yang jernih. Setiap tiga puluh detik atau lebih, ada ikan yang berenang perlahan, menuju ke permukaan sungai.

Kakakku pernah menjelaskan bahwa hal-hal yang kau lihat di air tidak berada di posisi seperti kelihatannya karena air membelokkan cahaya. Dengan pemikiran ini, aku menarik tali busur dan menyulap mana-arrow (anak panah). Lalu menunggu.

Garis biru bergerak di sungai yang dalam memberi tahu bahwa ada ikan yang akan datang. Aku menunggu sampai dia melewati bagian sungai yang lebar dan dangkal tempatku berdiri, lalu bersiap untuk mengambil bidikan. Secara instan, aku menarik arrow yang terikat seutas tali dari mana murni, lalu menembakkanya.

Seberkas cahaya putih menyelinap ke dalam air, dan ikan itu tersentak, menimbulkan percikan. Aku menarik tali penambatnya, menyebabkan anak panah itu melompat keluar dari air dan terbang kembali ke tanganku, ikan tertancap dengan rapi menembus insang di ujung panah.

Helen mulai bertepuk tangan dengan pelan, menggelengkan kepalanya dan membiarkan mulutnya terbuka seolah-olah kagum. Luar biasa, Eleanor, sungguh luar biasa. Dia kemudian berjalan ke arahku, menarik ikan dari anak panah, menghantamnya pada salah satu batu besar di tepi sungai, memberi hormat padaku dengan menunjukkan ikan yang mati, dan berbalik untuk pergi.

Hei, itu milikku!

"Anggap saja sebagai pembayaran untuk pelajaran yang dipelajari dengan baik," katanya dari balik bahu, tidak mematahkan langkahnya. “Dengan bakat seperti milikmu, pasti tidak akan ada kesulitan menangkap yang lain?”

Setengah jengkel, setengah geli, aku kembali ke air, merasa lebih baik. Aku memutuskan bahwa sebaiknya aku menembak beberapa ikan lagi dan membawa pulang untuk makan malam.

Namun, ketika aku menarik busur lagi, gerakan di sisi lain sungai menarik perhatianku dan secara naluriah aku membidik ke arah itu.

Oh!

Butuh beberapa saat bagi mataku untuk fokus dalam cahaya redup, tetapi ketika itu terjadi, aku segera membatalkan mantraku, dan panah putih yang bersinar itu menghilang dan memudar.

Maaf, Tessia.


Credit to Tapas as original english publisher. Support author dengan baca dan subscribe versi inggrisnya di tapas. Banyak bonusnya juga. Dengan harga terjangkau kalian bisa baca banyak novel.

Commento

Postingan populer dari blog ini

Novel The Beginning After The End Chapter 345 (Bag 1) Bahasa Indonesia

Novel The Beginning After The End Chapter 445 Bahasa Indonesia

Novel The Beginning After The End Chapter 298 (Bag 4) Bahasa Indonesia