Bab 356: Penutupan (Bag 1)
"Kau takut dengan kemungkinan bahwa Relictomb mengirim saudaramu ke suatu tempat yang tidak bisa dia hindari," kataku lembut, mendapatkan tatapan terkejut dari bangsawan Alacryan berambut biru itu.
"Apa membaca pikiran adalah salah satu kekuatan supernaturalmu?" Dia bertanya dengan ngeri. "Tolong beri tahu aku bahwa kau tidak menyembunyikan kekuatan seperti itu da-"
Aku membiarkan senyum kecil meluncur di wajahku. "Aku pandai membaca orang, tapi itu bukan menggunakan sihir."
"Baguslah," dia menegaskan dengan napas lega. "Aku sudah lama memikirkan ... area di mana kau menemukan belati dan jubahnya di suatu tempat ..."
"Di suatu tempat yang hanya aku yang bisa melarikan diri?"
Dia mengangguk ragu. “Seperti zona ruang cermin atau pegunungan beku? Bahkan zona jembatan wajah tidak akan bisa diselesaikan tanpa…”
“Kami menyebutnya God Step,” jawabku.
"Tanpa kemampuan God Step mu." Dia memberiku pandangan menilai. "Regis menyebutnya begitu, bukan?"
Aku mengeluarkan tawa keras yang menggema dari dinding ngarai. "Bagaimana kau tahu?"
Dia tersenyum kecut. "Sesuatu memberitahuku bahwa kau tidak akan begitu ... hebat menamai kemampuanmu."
"Um, itu nama yang bagus," jawab Regis membela diri setelah menarik moncongnya dari tanganku. 'Dan kedua, kau dulu menggunakan mantra yang disebut Absolute Zero, jadi ...'
“Tidak,” kataku sebagai jawaban atas pertanyaan awalnya. “Area di mana aku menemukan belati kakakmu tidak seperti ini. Itu cukup mematikan dan merenggut banyak nyawa sebelum aku menemukannya, tetapi zona itu tidak memerlukan penggunaan aether untuk melarikan diri.”
“Setidaknya, Aku senang dia memiliki kesempatan untuk bertarung, bahkan jika dia tidak berhasil.” Caera memaksakan senyumnya sebelum berbalik dan berjalan pergi.
Pisau aether di tanganku – tidak lebih besar dari belati biasa – menghantam makhluk bersayap yang terbuat dari batu, lalu mulai pecah, masih tidak mampu menahan benturan.
Tanganku melingkari leher makhluk itu. Itu tampak seperti kelelawar dengan wajah seperti batu yang hancur dengan mulut besar. Rahangnya yang lebar menggigit dengan tajam hanya beberapa inci dari wajahku saat cakarnya yang bergerigi menancap di lenganku dalam upaya putus asa untuk mendekat.
Memegang gargoyle dengan satu tangan, aku membuat pisau aether lagi di tanganku yang lain dan menancapkannya ke kepala binatang itu, hingga terbelah dengan suara retakan.
Bilahnya patah lagi dan menghilang, yang tersisa hanya tangan kosong untuk membela diri saat dua gargoyle lagi turun ke arahku.
Sepasang meriam dari api hitam menghantam gargoyle yang sedang turun dan beast itu meledak. Puing-puingnya jatuh ke tanah seperti hujan kerikil dan menyebabkan cipratan kecil di anak sungai yang membentang di zona itu.
Aku menoleh ke belakang, melihat Caera mengulurkan tangan, memperlihatkan gelang berwarna perak yang dia ambil dari ruang harta Spearbeaks. Itu terlihat sempit di pergelangan tangannya, lebih mirip ke pelindung tangan dekoratif yang ditutupi dengan ukiran yang rumit.
Dua pecahan kecil dari perak berputar-putar di sekitarnya sebagai pelindung, bersinar dengan cahaya hitam. Sesaat setelahnya, mereka mulai menjadi gelap saat mereka kembali ke gelang dan menyatu kembali, sesuai dengan pola ukiran.
Regis berlari ke arah kami, meludahkan sepotong batu dari mulutnya.
Di belakangnya, lingkungan sekitar sudah berubah, karena reruntuhan batu akibat pertarungan kami.
Kami berada di ngarai dengan tebing terjal dan berbatu di kedua sisi. tebing-tebing itu begitu tinggi sehingga hanya sepetak langit yang bisa dilihat di atas kami, seperti yang terpantul pada sungai kecil dan jernih yang mengalir di sepanjang dasar ngarai. Batu ynag jatuh dan puing-puing – dari gargoyle yang hancur – menutupi dasar ngarai.
"Itu terlalu berlebihan," kata Regis tanpa ekspresi.
“Ku akui, itu tidak buruk setelah segalanya mulai terjadi,” jawab Caera, dengan hati-hati menjaga ekspresinya tetap serius, kecuali sedikit getaran di bibirnya. "Sebenarnya, itu cukup ... kacau."
“Ku pikir menyenangkan, seperti seseorang yang tersangkut di mata batu itu…” jawab Regis dengan suara gemetar sambil berusaha mati-matian untuk tidak tertawa.
Aku mengarah ke portal keluar dengan helaan napas panjang. "Aku sangat senang membawa kalian berdua."
Caera mendekatiku. "Oh, jangan terlalu serius, Grey."
"Ya Princess. Kau seharusnya tidak perlu membawa kami untuk melawan granit." Regis meledak, tertawa.
Mengabaikan rekan-rekanku, aku fokus pada portal, pikiranku sibuk dengan hal yang belum ku pahami sejak memperoleh compass.
Itu pasti lebih dari sekadar generator portal yang membuat kita masuk dan keluar dari Relictomb sesuka hati. Pikiranku terus mengingat para Djinn. Meski sulit dipercaya, mereka merancang dan membangun tempat ini. Mereka pasti punya cara untuk melewatinya, dan aku sudah tahu compass bisa berinteraksi dengan portal Relictomb.
Sebuah gambar melintas di benakku, ingatan yang ditanamkan Sylvia pada pesan terakhirnya kepadaku. Kejernihan ingatan telah memudar seiring waktu, tetapi aku tahu itu adalah salah satu zona yang mengarah ke petunjuk lannya tentang Djinn.
Hingga sekarang, aku secara membabi buta masuk ke Relictomb, berasumsi bahwa tempat ini membimbingku menuju tujuanku ... atau begitulah kelihatannya, setidaknya. Tetapi setelah secara membabi buta bergantungan pada alat yang ditinggalkan ras pemegang aether yang sudah lama mati ini ternyata tidak memenuhi kebutuhanku. Ini tidak cukup jika aku ingin menguasai dan mendominasi kekuatan Fate.
Duduk, aku berkonsentrasi pada ingatan pudar yang ditinggalkan Sylvia saat aku mengaktifkan relik setengah bola. Itu bergetar merespon aether saat cahaya abu-abu kabur menyelimuti portal, menggantikan cahaya mengkilap yang tergantung seperti tirai di dalam bingkai batu menunjukkan pemandangan yang jelas dari kamarku di Central Academy.
“Sial,” aku mengutuk, memotong aliran aether pada relik, menyebabkan portal kembali ke penampilan aslinya.
"Mau snack untuk menjernihkan pikiran?"
Aku mendongak, melihat Caera memegang snack dalam toples.
“Aku hanya sedang memikirkan bagaimana cara menggunakan Compass dengan benar,” jawabku, menghindari bau kuat yang dikeluarkan oleh makanan itu. “Bagaimana caramu memakan benda-benda ini? Baunya mengerikan.”
Dia mengangkat bahunya sebelum meremas isi tabung ke dalam mulutnya. “Tidak sepertimu, aku benar-benar harus makan untuk bertahan hidup. Bahan ini mudah dibawa dalam jumlah banyak untuk ascent yang jauh.”
"Kurasa aku senang aku tidak perlu makan itu," kataku, mengernyitkan hidung.
Caera mengayunkan tabungnya, meniupkan aroma daging kering itu ke wajahku. Aku tersentak dan menepis tangannya, buku-buku jariku menempel pada gelang perak di pergelangan tangannya. "Bagaimana artefak barumu?" tanyaku, ingin mengalihkan perhatiannya dari menyiksaku lebih jauh.
“Benar-benar membuat frustrasi,” cemberut Caera. "Sepertinya aku telah menemukan partner baru yang harus ku pelajari untuk digunakan."
"Hei, dia selalu melakukan itu," kata Regis, mengangkat bahu serigalanya.
Aku mengencangkan tanganku di sekitar moncong Regis sebelum menjawab. "Sepertinya kau mengerti apa yang kulihat di belakang sana."
Sedikit senyum tampak di sudut bibir Caera sebelum menghilang dengan cepat. Dia mengangkat gelang peraknya saat dia berbalik ke arah portal. "Apa menurutmu Compass berfungsi sebagai artefakku?"
"Apa maksudmu?" Aku bertanya ketika aku melepaskan Regis.
“Ketika aku pertama kali menyalurkan mana ke dalam artefak, aku benar-benar mengira itu hanya item pertahanan karena fragmennya hanya melayang di sekitar gelang. Butuh waktu berhari-hari untuk bereksperimen terus-menerus untuk menyadari bahwa pecahan-pecahan itu mampu dikendalikan secara independen,” jelasnya, menelusuri alur yang terukir di gelang perak. "Bagaimana jika fungsi balik Compass sekarang hanyalah dasar dan untuk menggunakannya lebih maksimal, apa itu memerlukan lebih banyak elemen penunjuk?"
Ekspresi Caera melunak. “Sepertinya tidak mungkin penyihir kuno akan membiarkan orang-orangnya melintasi zona tanpa tujuan. Lalu, apa alasan mereka ditangkap, berkeliaran tanpa tujuan mencari kematian?”
Aku melihat saat dia tanpa sadar bermain dengan gelang perak di pergelangan tangannya. Tatapannya kosong, terfokus pada ingatan yang jauh. Dia tidak memikirkan Djinn, atau aku, atau bahkan dirinya sendiri. Karena itu bukan tentang dia.
Tanganku melingkari leher makhluk itu. Itu tampak seperti kelelawar dengan wajah seperti batu yang hancur dengan mulut besar. Rahangnya yang lebar menggigit dengan tajam hanya beberapa inci dari wajahku saat cakarnya yang bergerigi menancap di lenganku dalam upaya putus asa untuk mendekat.
Memegang gargoyle dengan satu tangan, aku membuat pisau aether lagi di tanganku yang lain dan menancapkannya ke kepala binatang itu, hingga terbelah dengan suara retakan.
Bilahnya patah lagi dan menghilang, yang tersisa hanya tangan kosong untuk membela diri saat dua gargoyle lagi turun ke arahku.
Sepasang meriam dari api hitam menghantam gargoyle yang sedang turun dan beast itu meledak. Puing-puingnya jatuh ke tanah seperti hujan kerikil dan menyebabkan cipratan kecil di anak sungai yang membentang di zona itu.
Aku menoleh ke belakang, melihat Caera mengulurkan tangan, memperlihatkan gelang berwarna perak yang dia ambil dari ruang harta Spearbeaks. Itu terlihat sempit di pergelangan tangannya, lebih mirip ke pelindung tangan dekoratif yang ditutupi dengan ukiran yang rumit.
Dua pecahan kecil dari perak berputar-putar di sekitarnya sebagai pelindung, bersinar dengan cahaya hitam. Sesaat setelahnya, mereka mulai menjadi gelap saat mereka kembali ke gelang dan menyatu kembali, sesuai dengan pola ukiran.
Regis berlari ke arah kami, meludahkan sepotong batu dari mulutnya.
Di belakangnya, lingkungan sekitar sudah berubah, karena reruntuhan batu akibat pertarungan kami.
Kami berada di ngarai dengan tebing terjal dan berbatu di kedua sisi. tebing-tebing itu begitu tinggi sehingga hanya sepetak langit yang bisa dilihat di atas kami, seperti yang terpantul pada sungai kecil dan jernih yang mengalir di sepanjang dasar ngarai. Batu ynag jatuh dan puing-puing – dari gargoyle yang hancur – menutupi dasar ngarai.
"Itu terlalu berlebihan," kata Regis tanpa ekspresi.
“Ku akui, itu tidak buruk setelah segalanya mulai terjadi,” jawab Caera, dengan hati-hati menjaga ekspresinya tetap serius, kecuali sedikit getaran di bibirnya. "Sebenarnya, itu cukup ... kacau."
“Ku pikir menyenangkan, seperti seseorang yang tersangkut di mata batu itu…” jawab Regis dengan suara gemetar sambil berusaha mati-matian untuk tidak tertawa.
Aku mengarah ke portal keluar dengan helaan napas panjang. "Aku sangat senang membawa kalian berdua."
Caera mendekatiku. "Oh, jangan terlalu serius, Grey."
"Ya Princess. Kau seharusnya tidak perlu membawa kami untuk melawan granit." Regis meledak, tertawa.
Mengabaikan rekan-rekanku, aku fokus pada portal, pikiranku sibuk dengan hal yang belum ku pahami sejak memperoleh compass.
Itu pasti lebih dari sekadar generator portal yang membuat kita masuk dan keluar dari Relictomb sesuka hati. Pikiranku terus mengingat para Djinn. Meski sulit dipercaya, mereka merancang dan membangun tempat ini. Mereka pasti punya cara untuk melewatinya, dan aku sudah tahu compass bisa berinteraksi dengan portal Relictomb.
Sebuah gambar melintas di benakku, ingatan yang ditanamkan Sylvia pada pesan terakhirnya kepadaku. Kejernihan ingatan telah memudar seiring waktu, tetapi aku tahu itu adalah salah satu zona yang mengarah ke petunjuk lannya tentang Djinn.
Hingga sekarang, aku secara membabi buta masuk ke Relictomb, berasumsi bahwa tempat ini membimbingku menuju tujuanku ... atau begitulah kelihatannya, setidaknya. Tetapi setelah secara membabi buta bergantungan pada alat yang ditinggalkan ras pemegang aether yang sudah lama mati ini ternyata tidak memenuhi kebutuhanku. Ini tidak cukup jika aku ingin menguasai dan mendominasi kekuatan Fate.
Duduk, aku berkonsentrasi pada ingatan pudar yang ditinggalkan Sylvia saat aku mengaktifkan relik setengah bola. Itu bergetar merespon aether saat cahaya abu-abu kabur menyelimuti portal, menggantikan cahaya mengkilap yang tergantung seperti tirai di dalam bingkai batu menunjukkan pemandangan yang jelas dari kamarku di Central Academy.
“Sial,” aku mengutuk, memotong aliran aether pada relik, menyebabkan portal kembali ke penampilan aslinya.
"Mau snack untuk menjernihkan pikiran?"
Aku mendongak, melihat Caera memegang snack dalam toples.
“Aku hanya sedang memikirkan bagaimana cara menggunakan Compass dengan benar,” jawabku, menghindari bau kuat yang dikeluarkan oleh makanan itu. “Bagaimana caramu memakan benda-benda ini? Baunya mengerikan.”
Dia mengangkat bahunya sebelum meremas isi tabung ke dalam mulutnya. “Tidak sepertimu, aku benar-benar harus makan untuk bertahan hidup. Bahan ini mudah dibawa dalam jumlah banyak untuk ascent yang jauh.”
"Kurasa aku senang aku tidak perlu makan itu," kataku, mengernyitkan hidung.
Caera mengayunkan tabungnya, meniupkan aroma daging kering itu ke wajahku. Aku tersentak dan menepis tangannya, buku-buku jariku menempel pada gelang perak di pergelangan tangannya. "Bagaimana artefak barumu?" tanyaku, ingin mengalihkan perhatiannya dari menyiksaku lebih jauh.
“Benar-benar membuat frustrasi,” cemberut Caera. "Sepertinya aku telah menemukan partner baru yang harus ku pelajari untuk digunakan."
"Hei, dia selalu melakukan itu," kata Regis, mengangkat bahu serigalanya.
Aku mengencangkan tanganku di sekitar moncong Regis sebelum menjawab. "Sepertinya kau mengerti apa yang kulihat di belakang sana."
Sedikit senyum tampak di sudut bibir Caera sebelum menghilang dengan cepat. Dia mengangkat gelang peraknya saat dia berbalik ke arah portal. "Apa menurutmu Compass berfungsi sebagai artefakku?"
"Apa maksudmu?" Aku bertanya ketika aku melepaskan Regis.
“Ketika aku pertama kali menyalurkan mana ke dalam artefak, aku benar-benar mengira itu hanya item pertahanan karena fragmennya hanya melayang di sekitar gelang. Butuh waktu berhari-hari untuk bereksperimen terus-menerus untuk menyadari bahwa pecahan-pecahan itu mampu dikendalikan secara independen,” jelasnya, menelusuri alur yang terukir di gelang perak. "Bagaimana jika fungsi balik Compass sekarang hanyalah dasar dan untuk menggunakannya lebih maksimal, apa itu memerlukan lebih banyak elemen penunjuk?"
Ekspresi Caera melunak. “Sepertinya tidak mungkin penyihir kuno akan membiarkan orang-orangnya melintasi zona tanpa tujuan. Lalu, apa alasan mereka ditangkap, berkeliaran tanpa tujuan mencari kematian?”
Aku melihat saat dia tanpa sadar bermain dengan gelang perak di pergelangan tangannya. Tatapannya kosong, terfokus pada ingatan yang jauh. Dia tidak memikirkan Djinn, atau aku, atau bahkan dirinya sendiri. Karena itu bukan tentang dia.
"Kau takut dengan kemungkinan bahwa Relictomb mengirim saudaramu ke suatu tempat yang tidak bisa dia hindari," kataku lembut, mendapatkan tatapan terkejut dari bangsawan Alacryan berambut biru itu.
"Apa membaca pikiran adalah salah satu kekuatan supernaturalmu?" Dia bertanya dengan ngeri. "Tolong beri tahu aku bahwa kau tidak menyembunyikan kekuatan seperti itu da-"
Aku membiarkan senyum kecil meluncur di wajahku. "Aku pandai membaca orang, tapi itu bukan menggunakan sihir."
"Baguslah," dia menegaskan dengan napas lega. "Aku sudah lama memikirkan ... area di mana kau menemukan belati dan jubahnya di suatu tempat ..."
"Di suatu tempat yang hanya aku yang bisa melarikan diri?"
Dia mengangguk ragu. “Seperti zona ruang cermin atau pegunungan beku? Bahkan zona jembatan wajah tidak akan bisa diselesaikan tanpa…”
“Kami menyebutnya God Step,” jawabku.
"Tanpa kemampuan God Step mu." Dia memberiku pandangan menilai. "Regis menyebutnya begitu, bukan?"
Aku mengeluarkan tawa keras yang menggema dari dinding ngarai. "Bagaimana kau tahu?"
Dia tersenyum kecut. "Sesuatu memberitahuku bahwa kau tidak akan begitu ... hebat menamai kemampuanmu."
"Um, itu nama yang bagus," jawab Regis membela diri setelah menarik moncongnya dari tanganku. 'Dan kedua, kau dulu menggunakan mantra yang disebut Absolute Zero, jadi ...'
“Tidak,” kataku sebagai jawaban atas pertanyaan awalnya. “Area di mana aku menemukan belati kakakmu tidak seperti ini. Itu cukup mematikan dan merenggut banyak nyawa sebelum aku menemukannya, tetapi zona itu tidak memerlukan penggunaan aether untuk melarikan diri.”
“Setidaknya, Aku senang dia memiliki kesempatan untuk bertarung, bahkan jika dia tidak berhasil.” Caera memaksakan senyumnya sebelum berbalik dan berjalan pergi.
Credit to Tapas as original english publisher. Support author dengan baca dan subscribe versi inggrisnya di tapas.
Gabung ke Tapas menggunakan invite code AMIR280K untuk mendapatkan sekaligus menyumbang Ink!