Novel The Beginning After The End Chapter 360 (Bag 2) Bahasa Indonesia
Bab 360: Blood Relic (Bag 10)
Sambil menggelengkan kepala, aku bertanya, “Jadi? Apa kau akan menggunakan relicnya atau baju compang-camping itu menjadi seragam barumu mulai sekarang? ”
Dia memutar matanya, mengaktifkan rune dimensinya dan menarik relicnya.
Aku menahan tawa saat dia mengangkat set jubah perang kuno yang berat. Jubah abu-abu-cokelat itu terlalu panjang untuknya, dan akan terseret di belakangnya seperti gaun pengantin. “Cobalah, Grey,” kataku, tidak bisa menahan diri. "Mungkin gaun cantik untuk princess cantik benar-benar akan membantumu tetap dalam penyamaran ..."
Dia mengabaikanku saat dia menyelidiki jubah itu, jari-jarinya menelusuri deretan rune bersulam. Sentuhannya lembut, belaian yang aneh, dan aku bisa melihat bibirnya bergerak meskipun dia tidak membaca dengan keras. Aku tahu dia pasti bisa merasakan sesuatu dari jubah itu, meskipun aku hanya bisa merasakan sedikit energi di dalamnya, sedikit lebih kuat dari cincin yang dia kenakan di jarinya.
Gray membiarkan jubahnya menutupi satu lengannya dan menekan tangannya ke kain. "Kupikir…"
Jubah perang itu menghilang, meninggalkan nimbus cahaya ungu samar yang memudar sesaat setelahnya.
"Apa yang terjadi?" Aku bertanya, tidak yakin apakah dia hanya menyimpan jubah itu lagi, atau mengaktifkan semacam kemampuan berbasis aether yang tidak dapat ku rasakan.
Sudut mulutnya berkedut, Gray melakukan sesuatu—semacam efek mental yang menekan udara di sekitar kami dan membuat bulu kudukku berdiri—dan jubah itu muncul kembali, sekarang menutupi seluruh tubuhnya. Dia mengulurkan tangannya ke samping, memeriksa efeknya.
Dia tampak konyol. Aku membuka mulut ingin memberitahunya, tapi membeku. Jubahnya bergerak, kain keringnya beriak seperti air berlumpur, menyusut agar sesuai dengan tubuhnya.
Warna coklat-abu-abu menjadi hitam pekat, dan kain berat yang sebelumnya menutupi seluruh tubuhnya meleleh dan terbentuk kembali menjadi legging. Relic itu—bukan lagi jubah sama sekali—terus mengencang sampai melekat pada Gray seperti kulit kedua. Bahan itu mengeras menjadi sisik-sisik hitam cair kecil yang menempel di tubuhnya, menonjolkan tubuhnya yang luwes namun berotot. Emas berkilauan di gari-garis sisik, yang terlukis di sepanjang tubuhnya seperti urat yang bersinar.
Sabaton (sepatu) bersisik terbentuk di sekitar sepatu botnya, bilah yang tumpang tindih menyatu dengan jaring emas, nyaris tidak terlihat ketika dia bergerak, dan pauldron (pelindung bahu) bergerigi terbentuk menutupi bahunya. Gauntlet (Sarung tangan) bercakar tumbuh di atas tangan dan lengan bawahnya.
Kerudung jubah berubah menjadi sisik hitam yang sama, Lalu menyusut untuk menutupi tenggorokan, dagu, dan sisi kepala Grey, membiarkan rambutnya yang cerah menggantung di atas armor hitam barunya dan menjaga wajahnya tetap terlihat. Saat kupikir transformasinya sudah selesai, tanduk obsidian terbentuk di atas telinganya, tumbuh dari armor dan melengkung ke depan lalu melengkung ke bawah membingkai rahangnya.
Aku terkesiap, menarik napas tercekat saat menyadari bahwa aku lupa bernapas.
ARTHUR LEYWIN
Aku melenturkan tanganku, yang seluruhnya terbalut dengan gauntlet bercakar, dan membuat sebilah pedang aetheric. Belati panjang itu bergetar, bentuknya bergerigi sesaat, lalu menjadi stabil. Aku bisa merasakan tekanannya di telapak tanganku, tanpa terhambat oleh sarung tangan. Melenyapkan kembali sihir pedang aetherku, aku mengangkat tanganku dan memutar bahuku, lalu melakukan percobaan dengan serangkaian tendangan dan pukulan bayangan.
Armor itu tidak menghambat sama sekali, gerakanku sempurna.
Sebuah bentuk gelap di samping mataku menarik perhatianku, dan aku mengangkat tanganku untuk menyentuh tanduk yang tumbuh dari penutup kepala yang unik.
"Whoa," kata Regis saat dia masuk kembali ke gua kecil tempatku berada. "Apa yang terjadi selama aku pergi?"
Menyeringai pada rekanku, aku mengirim denyut aether ke armor, dan armor itu menghilang, meleleh dalam cahaya aetheric.
Matanya yang cerah melotot, lalu melebar secara lucu saat aku memanggil kembali armor hanya dengan menggunakan aether dengan sederhana. Armor itu melilitku seperti bayangan, begitu ringan dan pas sehingga aku hampir tidak merasakannya.
“Ayy! Tanduk yang cocok!” Regis tertawa terbahak-bahak. “Kita bisa menjadi trio yang horny (bertanduk).”
Caera tergagap saat dia memelototi rekanku. "Kita tidak akan menyebut diri kita seperti itu."
Regis mengitariku, mengendus. “Itu ada, nyata secara fisik, tetapi juga…”
"Sebuah manifestasi dari aether," aku menyambungnya. "Seperti energi yang terikat ke dalam bentuk fisik." Penasaran, aku mengulurkan tanganku. "Regis, gigit aku."
Menunjukkan kurangnya keraguan yang mengkhawatirkan, dia menggigit lengan bawahku, giginya menggertakkan armor. Aku merasakannya sebagai sebuah tekanan, jelas tetapi tidak menyakitkan. Memiringkan kepalaku ke arah rekanku, aku memancingnya, "Hanya itu yang kau bisa?"
Menggeram, Regis menggigit lebih keras, dan tekanannya meningkat. Berfokus pada lengan bawahku, aku mendorong aether ke kulitku. Armor itu tampaknya bereaksi terhadapnya, menarik aether untuk meningkatkan kemampuan pertahanannya dan mengurangi daya rusak dari gigitan.
Regis melepaskan dan mengais lidahnya. “Uek. Ini seperti menjulurkan lidah ke baterai. Mulutku kesemutan sekarang.”
Meskipun aku penasaran untuk terus menguji kemampuan relic baru ini, getaran halus dari portal keluar menarikku, dan aku sangat ingin pindah ke zona berikutnya dan menguji armor ini dengan benar. "Kita harus pergi."
Caera mengerutkan kening saat dia melirik terowongan yang terhubung ke gua kecil ini. “Bagaimana dengan yang lainnya? Haruskah kita…?”
“Aku tidak ingin ada yang tahu bahwa kitalah yang mengambil relic ini, dan mereka pasti akan mulai mencari lagi, apa lagi sekarang Rat dan Kage mati. Mereka akan menemukan jalan keluarnya.”
Caera tampak ragu-ragu, tetapi bergeser untuk berdiri di sampingku di depan portal. "Cepat aktifkan relicCompass, kalau begitu."
Aku mengulurkan tangan dan meraih tangannya, dia terkejut. Ascender biasanya menyamakan simulet agar mereka tetap bersama saat melewati portal Relictomb, tetapi kali ini, aku merasa yakin bahwa tujuan portal hanya dapat diakses olehku dan ingin memastikan kami tidak terpisah. "Portal ini sudah mengarah ke mana kita harus pergi."
Begitu Regis kembali ke dalam tubuhku, kami melangkah ke tirai merah bersama.
Dan kemudian, suasana menjadi seperti dalam mimpi aneh yang sulit diterima oleh pikiranku. Itu seperti lorong putih bersih yang Regis dan aku pernah lewati untuk mencapai ruang peninggalan Djinn pertama, kecuali…
Potongan lantai dan dinding putih terang melayang di atas—dan di bawah, dan juga di dalam—kehampaan hitam tak berujung, hancur dan terbelah, masing-masing bagian mengambang bebas, beberapa berputar, yang lain terbalik atau menyamping… tetapi di celahnya, jika dilihat dari sudut mataku, aku melihat sebuah ruangan seperti perpustakaan, selain buku di rak, ada deretan kristal berwarna pelangi, dan di sisi kristal, ada gambar bergerak seperti sebuah ingatan…
“Grey…” Suara Caera datang dari jauh, menggema saat terpantul dengan sendirinya, terulang beberapa kali, tapi dia tidak berada di sampingku. Aku tidak yakin kapan dia menghilang, atau bahkan kapan aku melepaskan genggamanku dari tangannya.
Aku melangkah ke depan dan perspektifku berubah. Caera ada di sana, bersandar pada bagian dinding yang tidak lengkap. Lantai di bawah kaki kami berputar perlahan, memperlihatkan bagian lain dari koridor yang dibongkar dan, jauh di sana, pusaran dari kristal hitam yang pecah, yang berdenyut saat potongan-potongan itu bergabung kembali untuk membentuk gerbang, lalu pecah lagi, mengulanginya setiap beberapa detik dengan cara yang sulit untuk dilihat.
"Tidak apa-apa," kataku, meraih lengannya. "Aku disini."
Dia memutar matanya, mengaktifkan rune dimensinya dan menarik relicnya.
Aku menahan tawa saat dia mengangkat set jubah perang kuno yang berat. Jubah abu-abu-cokelat itu terlalu panjang untuknya, dan akan terseret di belakangnya seperti gaun pengantin. “Cobalah, Grey,” kataku, tidak bisa menahan diri. "Mungkin gaun cantik untuk princess cantik benar-benar akan membantumu tetap dalam penyamaran ..."
Dia mengabaikanku saat dia menyelidiki jubah itu, jari-jarinya menelusuri deretan rune bersulam. Sentuhannya lembut, belaian yang aneh, dan aku bisa melihat bibirnya bergerak meskipun dia tidak membaca dengan keras. Aku tahu dia pasti bisa merasakan sesuatu dari jubah itu, meskipun aku hanya bisa merasakan sedikit energi di dalamnya, sedikit lebih kuat dari cincin yang dia kenakan di jarinya.
Gray membiarkan jubahnya menutupi satu lengannya dan menekan tangannya ke kain. "Kupikir…"
Jubah perang itu menghilang, meninggalkan nimbus cahaya ungu samar yang memudar sesaat setelahnya.
"Apa yang terjadi?" Aku bertanya, tidak yakin apakah dia hanya menyimpan jubah itu lagi, atau mengaktifkan semacam kemampuan berbasis aether yang tidak dapat ku rasakan.
Sudut mulutnya berkedut, Gray melakukan sesuatu—semacam efek mental yang menekan udara di sekitar kami dan membuat bulu kudukku berdiri—dan jubah itu muncul kembali, sekarang menutupi seluruh tubuhnya. Dia mengulurkan tangannya ke samping, memeriksa efeknya.
Dia tampak konyol. Aku membuka mulut ingin memberitahunya, tapi membeku. Jubahnya bergerak, kain keringnya beriak seperti air berlumpur, menyusut agar sesuai dengan tubuhnya.
Warna coklat-abu-abu menjadi hitam pekat, dan kain berat yang sebelumnya menutupi seluruh tubuhnya meleleh dan terbentuk kembali menjadi legging. Relic itu—bukan lagi jubah sama sekali—terus mengencang sampai melekat pada Gray seperti kulit kedua. Bahan itu mengeras menjadi sisik-sisik hitam cair kecil yang menempel di tubuhnya, menonjolkan tubuhnya yang luwes namun berotot. Emas berkilauan di gari-garis sisik, yang terlukis di sepanjang tubuhnya seperti urat yang bersinar.
Sabaton (sepatu) bersisik terbentuk di sekitar sepatu botnya, bilah yang tumpang tindih menyatu dengan jaring emas, nyaris tidak terlihat ketika dia bergerak, dan pauldron (pelindung bahu) bergerigi terbentuk menutupi bahunya. Gauntlet (Sarung tangan) bercakar tumbuh di atas tangan dan lengan bawahnya.
Kerudung jubah berubah menjadi sisik hitam yang sama, Lalu menyusut untuk menutupi tenggorokan, dagu, dan sisi kepala Grey, membiarkan rambutnya yang cerah menggantung di atas armor hitam barunya dan menjaga wajahnya tetap terlihat. Saat kupikir transformasinya sudah selesai, tanduk obsidian terbentuk di atas telinganya, tumbuh dari armor dan melengkung ke depan lalu melengkung ke bawah membingkai rahangnya.
Aku terkesiap, menarik napas tercekat saat menyadari bahwa aku lupa bernapas.
ARTHUR LEYWIN
Aku melenturkan tanganku, yang seluruhnya terbalut dengan gauntlet bercakar, dan membuat sebilah pedang aetheric. Belati panjang itu bergetar, bentuknya bergerigi sesaat, lalu menjadi stabil. Aku bisa merasakan tekanannya di telapak tanganku, tanpa terhambat oleh sarung tangan. Melenyapkan kembali sihir pedang aetherku, aku mengangkat tanganku dan memutar bahuku, lalu melakukan percobaan dengan serangkaian tendangan dan pukulan bayangan.
Armor itu tidak menghambat sama sekali, gerakanku sempurna.
Sebuah bentuk gelap di samping mataku menarik perhatianku, dan aku mengangkat tanganku untuk menyentuh tanduk yang tumbuh dari penutup kepala yang unik.
"Whoa," kata Regis saat dia masuk kembali ke gua kecil tempatku berada. "Apa yang terjadi selama aku pergi?"
Menyeringai pada rekanku, aku mengirim denyut aether ke armor, dan armor itu menghilang, meleleh dalam cahaya aetheric.
Matanya yang cerah melotot, lalu melebar secara lucu saat aku memanggil kembali armor hanya dengan menggunakan aether dengan sederhana. Armor itu melilitku seperti bayangan, begitu ringan dan pas sehingga aku hampir tidak merasakannya.
“Ayy! Tanduk yang cocok!” Regis tertawa terbahak-bahak. “Kita bisa menjadi trio yang horny (bertanduk).”
Caera tergagap saat dia memelototi rekanku. "Kita tidak akan menyebut diri kita seperti itu."
Regis mengitariku, mengendus. “Itu ada, nyata secara fisik, tetapi juga…”
"Sebuah manifestasi dari aether," aku menyambungnya. "Seperti energi yang terikat ke dalam bentuk fisik." Penasaran, aku mengulurkan tanganku. "Regis, gigit aku."
Menunjukkan kurangnya keraguan yang mengkhawatirkan, dia menggigit lengan bawahku, giginya menggertakkan armor. Aku merasakannya sebagai sebuah tekanan, jelas tetapi tidak menyakitkan. Memiringkan kepalaku ke arah rekanku, aku memancingnya, "Hanya itu yang kau bisa?"
Menggeram, Regis menggigit lebih keras, dan tekanannya meningkat. Berfokus pada lengan bawahku, aku mendorong aether ke kulitku. Armor itu tampaknya bereaksi terhadapnya, menarik aether untuk meningkatkan kemampuan pertahanannya dan mengurangi daya rusak dari gigitan.
Regis melepaskan dan mengais lidahnya. “Uek. Ini seperti menjulurkan lidah ke baterai. Mulutku kesemutan sekarang.”
Meskipun aku penasaran untuk terus menguji kemampuan relic baru ini, getaran halus dari portal keluar menarikku, dan aku sangat ingin pindah ke zona berikutnya dan menguji armor ini dengan benar. "Kita harus pergi."
Caera mengerutkan kening saat dia melirik terowongan yang terhubung ke gua kecil ini. “Bagaimana dengan yang lainnya? Haruskah kita…?”
“Aku tidak ingin ada yang tahu bahwa kitalah yang mengambil relic ini, dan mereka pasti akan mulai mencari lagi, apa lagi sekarang Rat dan Kage mati. Mereka akan menemukan jalan keluarnya.”
Caera tampak ragu-ragu, tetapi bergeser untuk berdiri di sampingku di depan portal. "Cepat aktifkan relicCompass, kalau begitu."
Aku mengulurkan tangan dan meraih tangannya, dia terkejut. Ascender biasanya menyamakan simulet agar mereka tetap bersama saat melewati portal Relictomb, tetapi kali ini, aku merasa yakin bahwa tujuan portal hanya dapat diakses olehku dan ingin memastikan kami tidak terpisah. "Portal ini sudah mengarah ke mana kita harus pergi."
Begitu Regis kembali ke dalam tubuhku, kami melangkah ke tirai merah bersama.
Dan kemudian, suasana menjadi seperti dalam mimpi aneh yang sulit diterima oleh pikiranku. Itu seperti lorong putih bersih yang Regis dan aku pernah lewati untuk mencapai ruang peninggalan Djinn pertama, kecuali…
Potongan lantai dan dinding putih terang melayang di atas—dan di bawah, dan juga di dalam—kehampaan hitam tak berujung, hancur dan terbelah, masing-masing bagian mengambang bebas, beberapa berputar, yang lain terbalik atau menyamping… tetapi di celahnya, jika dilihat dari sudut mataku, aku melihat sebuah ruangan seperti perpustakaan, selain buku di rak, ada deretan kristal berwarna pelangi, dan di sisi kristal, ada gambar bergerak seperti sebuah ingatan…
“Grey…” Suara Caera datang dari jauh, menggema saat terpantul dengan sendirinya, terulang beberapa kali, tapi dia tidak berada di sampingku. Aku tidak yakin kapan dia menghilang, atau bahkan kapan aku melepaskan genggamanku dari tangannya.
Aku melangkah ke depan dan perspektifku berubah. Caera ada di sana, bersandar pada bagian dinding yang tidak lengkap. Lantai di bawah kaki kami berputar perlahan, memperlihatkan bagian lain dari koridor yang dibongkar dan, jauh di sana, pusaran dari kristal hitam yang pecah, yang berdenyut saat potongan-potongan itu bergabung kembali untuk membentuk gerbang, lalu pecah lagi, mengulanginya setiap beberapa detik dengan cara yang sulit untuk dilihat.
"Tidak apa-apa," kataku, meraih lengannya. "Aku disini."
Credit to Tapas as original english publisher. Support author dengan baca dan subscribe versi inggrisnya di tapas.
Gabung ke Tapas menggunakan invite code AMIR280K untuk mendapatkan sekaligus menyumbang Ink!

