Bab 362: Takdir Terjalin (Bag 1)
NICO SEVER
Aku berjalan dari ruang tempus warp utama Taegrin Caelum melalui aula yang dingin di kastil, bergerak dengan sengaja ke wilayah pribadi Agrona di kastil. Para pelayan membungkuk dan mundur hingga menempel ke dinding saat kami lewat, dan bahkan banyak tentara elit dan pemimpin militer berpangkat tinggi mundur ketakutan padaku—sebagaimana mestinya. Aku sedang tidak ingin diganggu; Aku menginginkan jawaban, dan tidak akan pergi sampai Agrona sendiri yang menjawabku.
Aku menaiki tangga melingkar ke ruangan Agrona melangkahi dua anak tangga sekaligus, cengkeramanku kuat di pergelangan tangan Cecilia saat dia tertinggal di belakangku. Tangga berujung di sebuah lorong yang menghubungkan bagian utama kastil dengan ruangan pribadi Agrona. Tidak seperti aula dingin yang baru saja kami lalui, ruangan ini bertebar dengan cahaya hangat.
Dindingnya dipenuhi artefak dan suvenir dari banyak kemenangan yang diperoleh Agrona. Ada relic-mati dan juga artefak dari keluarga high blood yang dibanggakan Agrona, kenang-kenangan yang mengerikan: sayap phoenix, dipasang terbentang, menampilkan bulu-bulu yang masih berkilau merah dan emas; hiasan kepala yang terbuat dari bulu naga mutiara di bawahnya ada perhiasan kalung dari cakar dan taring; dan sepasang tanduk naga yang tumbuh dari dinding.
Aku berhenti sebentar. Jalanku terhalang.
“Aku di sini untuk berbicara dengan Agrona. Minggir, Melzri.”
Scythe itu meletakkan tangan ke dadanya dan mengolok. "Jadi apa begitu cara untuk berbicara dengan orang yang telah melatihmu dan merawatmu setelah kami membawamu kembali dari pulau kecil sampah itu, adik kecil?"
Aku membalas, membiarkan niat membunuh merembes keluar ke lorong yang didekorasi dengan indah tempat Melzri berjaga. Meskipun aku memelototinya, dia hanya balas tersenyum, terlihat persis seperti biasanya: kulit abu-abu keperakan yang sempurna, rambut putih bersih yang dianyam menjadi jalinan tebal yang mengalir di punggungnya, dan bibir serta mata gelap yang serasi dengan dua pasang mata bersinar. tanduk onyx yang tumbuh dari kepalanya dan melengkung tajam ke belakang, sepasang tanduk yang lebih kecil tumbuh tepat di bawah ke dua tanduk yang lebih besar itu.
"Aku bukan adikmu," kataku dengan nada ketus. "Apa yang kau lakukan di sini, sebenarnya?"
Dia memberiku tawa kecil, yang dia tahu sangat ku benci dan melakukannya hanya untuk membuatku semakin kesal. “Hanya membahas Victoriad. Viessa juga ada di sini, dan dia lebih cepat beberapa menit darimu, sayangnya.” Mata merah-hitamnya, warna darah beku, mengarah ke Cecilia. “Ah, sang Legacy yang terkenal. Kau menggunakan tubuh gadis elf ini dengan baik, aku kagum. Rambut itu sangat indah.”
Aku menggeram, melangkah di antara Melzri dan Cecilia. "Diam dan jangan ganggu dia."
Aku merasakan Cecilia beringsut di sebelahku. “Nico, tidak apa-apa. Mengapa kita tidak menunggu saja di ruangan kita?”
Senyum Melzri menajam menjadi seringai predator. “Ada apa, adik kecil? Tidak mau berbagi mainanmu…walaupun, dia sebenarnya hewan peliharaan High Sovereign, kan? Lalu membuatmu ... sebagai apa? jadi pengasuh Cecilia? Bukan…” Melzri menutup mulutnya dengan tangan sambil tertawa kecil lagi. "Kau adalah mainannya Cecilia, kurasa ..."
"Aku tidak peduli apa yang kau katakan, Melzri," kataku. Tanpa pikir panjang aku meraih tangan Cecilia, tapi dia mengelak, dan kemarahan keluar dariku seperti udara yang terhempas dari paru-paruku.
Melzri melihat, tetapi alih-alih mengejekku, dia memberiku pandangan kecewa dan melangkah mundur untuk menghalangi jalan ke depan. “High Sovereign tidak bisa berbicara denganmu saat ini. Kau bisa menunggu di sini atau kembali ke kamarmu. ”
"Ini penting-"
Melzri mengendus. “Demi kebaikanmu, adik kecil. Jika kau menerobos ke sana dan mengganggu pertemuan High Sovereign dengan Dragoth dan Sovereign Kiros, Kau mungkin akan mendapatkan sesuatu yang lebih dari sekedar perasaanmu yang terluka.
Ini menarik perhatianku.
"Sovereign dari Vechor ada di sini?" Jarang bagi Sovereign untuk meninggalkan wilayah kekuasaan mereka. Meskipun aku dipertunjukkan di depan mereka semua saat aku dinobatkan sebagai Scythe dari central dominion (wilayah pusat), sejak asat itu aku belum pernah bertemu dengan mereka lagi.
Melzri tidak repot-repot menjawab, jadi aku memunggungi dia dan berjalan ke sudut terjauh ruangan, di sebelah pintu dekat tangga, di mana aku berdiri dan memperhatikan sepasang pedang dari ruby, disilangkan pada crest dari beberapa high blood yang sudah lama mati.
Apakah para blood kuno ini tau akhir yang akan datang pada mereka? Aku penasaran. Apakah mereka merasa aman dalam kebangsawanan mereka, seolah-olah mereka telah mengukir tempat untuk diri mereka sendiri di dunia ini, atau apakah mereka selalu menunggu seseorang untuk mengkhianati mereka?
Aku kembali mengingat kejadian di High Hall, mencoba memahaminya. Tidak ada keraguan dalam pikiranku bahwa Ascender Grey yang berambut pirang dan bermata emas ini benar-benar Grey yang ku kenal, meskipun penampilannya berubah. Tapi aku tidak mengerti kenapa Agrona tidak memberitahuku nama itu sebelumnya.
Apakah itu semacam ujian?
Aku terlalu sering diuji, dan dijadikan eksperimen, dan ditekan hingga batasku. Terkadang cobaan ini menyakitkan, bahkan kejam, tetapi itu selalu membuatku lebih kuat. Selalu ada alasan.
Aku menghela napas dalam-dalam, gagal memahami.
Cecilia mengikutiku, tetap di sebelahku tetapi tidak pernah menyentuhku, tidak pernah menawarkan kenyamanan…
Ingin melihat ke arah lain selain Cecilia atau Melzri, aku membiarkan mataku mengembara ke langit-langit, di mana sebuah lukisan besar membentang di sepanjang aula.
Itu menggambarkan pelarian Vritra dari Epheotus, yang menggambarkan naga dari klan Indrath sebagai beast besar yang berkerumun di langit berwarna merah darah, sementara orang-orang—baik lesser maupun basilisk dari Klan Vritra—meringkuk di belakang Agrona, ditampilkan di sini dengan baju besi platina yang bersinar dan memancarkan cahaya keemasan yang menjauhkan naga itu…
“Nico…?” Cecilia bertanya dari sampingku. Aku bisa merasakan tatapannya di dekat pipiku, tapi aku tidak menoleh untuk melihatnya. Aku tidak bisa. Jika aku melakukannya, aku khawatir aku akan kecewa.
Seharusnya tidak seperti ini. Aku telah menghabiskan seluruh hidup mencoba untuk melindunginya, pertama dari ki mengerikannya sendiri dan kemudian dari banyak orang yang berusaha untuk memanfaatkannya, dan kehidupan baru ini telah didedikasikan untuk menyelesaikan ritual reinkarnasi dan memberinya kesempatan kedua, tetapi ketika Aku akhirnya mendapatkannya, sepertinya semuanya tidak lagi benar.
Agrona pernah menyogokku dengan cara yang sama seperti dia memperlakukan Cecilia sekarang...tapi dia akhirnya meremehkan dan menyindirku. Dia telah mengirimku ke High Hall setelah mengetahui siapa Ascender Grey ini sebenarnya. Dia pasti sudah tahu, atau mengapa memilihku untuk pergi, dan dengan memberikan hanya sedikit informasi sebelum aku ke sana? Tapi aku tidak mengerti rencananya. Apakah itu tidak lebih dari permainan yang kejam?
Dia seharusnya memberitahuku apa yang dia ketahui, atau curigai.
Pikiranku tersentak menjauh dari hal-hal ini, menolaknya, karena untuk berlama-lama mengingatnya berarti aku harus mengakui rasa takut yang merayap dalam pikiranku, merusak setiap sudut gelapnya. Ketakutan tidak dapat diterima. Itu adalah kelemahan. Scythes lainnya, Vritra...mereka semua bisa merasakannya, dan menunjukkan rasa takut di sini berarti dilahap hidup-hidup.
“Nico,” kata Cecilia lagi, bergerak mendekati pandanganku.
"Apa?" Kataku dengan dingin.
"Bagaimana ..." Dia terdiam, menggigit bibirnya. Setelah beberapa detik yang panjang, dia menarik napas dalam-dalam dan mencoba lagi. "Aku ingin tahu tentang kematianku."