Langsung ke konten utama

Novel The Beginning After The End Chapter 342 (Bag 2) Bahasa Indonesia




Bab 342:  Duality (Bag 2) 

Mengingat apa yang dikatakan Nico tentang makan malam, aku berdiri dan berlari melalui pintu lain di sebelah tempat tidurku yang menuju ke ruang ganti pribadiku. Di dalam, ada sebuah meja dengan laci-laci yang penuh dengan parfum dan rias wajah, beberapa cermin, tiga cermin rias, berbagai jenis pakaian, dan sebuah lemari yang membentang sepanjang ruangan.

Itu adalah, Aku merasa sedikit bersalah, tempat favoritku di Taegrin Caelum.

Aku belum pernah memiliki barang pribadi sebelumnya, tidak juga. Atau mungkin, aku menganggapnya begitu. Begitu banyak ingatan kehidupan ku sebelumnya yang masih kabur, meskipun Nico dan Agrona meyakinkanku bahwa semua ingatan akan kembali seiring waktu. Tapi aku masih ingat panti asuhan, dan Kepala Sekolah Wilbek, dan aku ingat ujiannya…

Tidak ingin lama memikirkan itu, aku mulai memilah-milah pakaian yang tergantung di dalam lemari. Isinya sebagian besar gaun dan jubah aneh berbagai warna dan desain yang berbeda, dan semuanya punyaku.

Ujung jariku berhenti di gaun sederhana berwarna onyx dengan tanda hitam di bagian belakang yang menurutku akan membuat rambut baruku menonjol, tetapi aku mengabaikannya demi gaun hijau sepanjang mata kaki dengan bordir daun emas yang ada di sampingnya.

Ketika aku dengan cepat berganti pakaian, aku mempersiapkan diri untuk percakapan dengan Agrona, mengatur pikiranku dan mempersiapkan jawaban atas kejadian pengeboman, pertanyaan yang ku tahu akan ditanyakan.

Setelah itu, aku memulai perjalanan panjang melalui benteng ke ruangan pribadi Agrona tanpa melihat ke cermin untuk memeriksa penampilanku; melihat tubuh orang asing yang memiliki rune dan wajah asing yang menatapku hanya akan membuatku pusing lagi.

Gedung Taegrin Caelum selalu ramai dengan aktivitas: ratusan pelayan bergegas, mengurus kebutuhan banyak tentara, bangsawan, dan pemimpin militer yang sering mengunjungi benteng gunung. Kastil itu seperti sebuah kota, yang terdapat di dalam tembok-tembok batu hitam yang menjulang tinggi.

Bagian dalam gedung dihiasi dengan lukisan dan potret, atau artefak yang digantung di dalam kotak kaca berukir rune. Patung Mana-beast menjadi barang biasa, berpose seolah-olah akan menerjang dan menyerang orang yang lewat. Aku terpesona oleh bentuk-bentuk aneh dan asing itu, dan mempermudah mengingat ruangan di benteng dengan memeprhatikan patung monster, tetapi tidak ada waktu untuk berlama-lama dan memeriksanya hari ini.

Di mana pun aku berpapasan dengan pelayan yang sedang memoles artefak atau menggosok noda dari karpet merah yang membentang di tengah aula, mereka akan berdiri ke dinding dan membungkuk dalam-dalam sampai setelah aku lewat.

Awalnya, aku mencoba berbicara dengan beberapa pelayan ini, tetapi mereka tidak mau berbicara kepadaku, kecuali untuk menjawab pertanyaan langsung ke intinya, dan mereka tidak pernah melakukan kontak mata. Sebenarnya, selain Nico dan Agrona, aku tidak punya siapa-siapa untuk diajak bicara.

Mereka ingin kau terisolasi, agar kau mengetahui apa yang hanya mereka tunjukkan kepadamu.

Aku menggelengkan kepalaku, tahu ini bukan pemikiran yang baik. Terlalu banyak berpikir membuatku kewalahan, terutama setelah serangan itu... Mereka harus memperkenalkan dunia baru ini secara perlahan, dan bahkan saat itu aku kesulitan mengingat informasi.

Seperti mengingat tata letak di dalam benteng besar ini.

Saat itulah aku melewati bentuk menjulang dari patung beast kucing dengan dua kepala dan tiga ekor untuk kedua kalinya, aku menyadari bahwa aku telah berbalik arah saat melamun.

"Apa ruangan yang kedua setelah kucing ini, atau yang ketiga?" Aku bergumam pada diriku sendiri, mengintip koridor demi koridor.

Berbelok di koridor ketiga, aku mempercepat langkahku, bergegas ke pintu di ujungnya, yang ku pikir mengarah ke tangga spiral yang akan membawa ku naik beberapa lantai ke atas di mana lokasi ruangan pribadi Agrona berada.

Bukannya tangga, aku malah menemukan suite besar yang remang-remang. Terkejut, aku membeku di ambang pintu, mataku menelusuri perlahan ke ruangan itu saat aku mencoba mencari tahu di mana aku berada.

"Siapa di sana?," tanya suara lelah dari dalam ruangan. "Tinggalkan saja barangnya di dekat pintu dan pergi!"

"Maaf," jawabku. “Aku tersesat. Apa kau-"

Sesuatu sedang bergesekan dengan lantai di dekat sudut, dan aku tidak bisa melihat apa-apa hingga dia berjalan ke arahku ke dalam lingkaran cahaya dari pintu yang terbuka.

Aku melangkah mundur ke lorong, jantungku tiba-tiba berdebar kencang, meskipun aku tidak yakin mengapa.

Wanita itu tampaknya memenuhi ambang pintu, meskipun perawakannya kurus. Dia meletakkan tangannya di bingkai pintu dan menatap keluar dari balik poni tipis hitam berwarna kehijauan. Aku terkejut dengan betapa sakit dan… tidak manusiawi penampakannya.

Pipinya cekung di bawah mata gelap berbingkai merahnya, dan ketika dia menarik napas yang mendesis melalui bibirnya yang tipis dan berwarna abu-abu, aku melihat giginya runcing dan tajam. Jubah hitam yang dikenakannya memperlihatkan lengan dan sisi tubuhnya, yang sangat kurus.

"Apa ..." Aku terdiam, suaraku melemah saat aku berjuang untuk mengatasi naluri apa pun yang mendesakku untuk melarikan diri dari wanita itu. Menelan ludah berat, aku mencoba lagi. "Apa kau baik-baik saja?"

“Apa aku…? Apa aku baik-baik saja?” dia menatapku dengan aneh. "Kau berbicara dengan Bivrae, yang terakhir di bloodnya ... dan bertanya apa dia baik-baik saja?"

"Maaf," gumamku, tidak yakin mengapa wanita itu membenciku.

Dia terlihat persis seperti dia.

Pikiran ini mengejutkanku, tetapi begitu aku memilikinya, aku tahu apa artinya. Aku bisa membayangkan pria itu, besar dan kurus pada saat yang sama, dengan rambut hijau rumput laut dan mata cekung…

Bilal. Si retainer. Adalah saudaranya?



Credit to Tapas as original english publisher. Support author dengan baca dan subscribe versi inggrisnya di tapas.
 
Suport admin:
Gabung ke Tapas menggunakan invite code AMIR280K untuk mendapatkan sekaligus menyumbang Ink!