Langsung ke konten utama

Novel The Beginning After The End Chapter 346 (Bag 1) Bahasa Indonesia


Bab 346:  Percikan yang Redup (Bag 1) 

Mataku butuh waktu sejenak untuk menyesuaikan diri dengan perubahan cahaya yang terjadi tiba-tiba saat aku melangkah keluar dari portal ascent.

Aku menghirup udara yang penuh dengan aether, dan rasanya seperti napas pertama yang ku hirup setelah beberapa minggu. Ketegangan memudar dari otot-ototku, dan ada sentakan lapar dari inti aetherku saat bereaksi terhadap atmosfer aether yang padat.

Aku sedang berdiri di sebuah pulau terapung kecil. Portal telah memudar, hanya menyisakan bingkai kosong yang ditumbuhi kristal ungu runcing. Lusinan pulau terapung lainnya melayang di jantung dari apa yang tampaknya…

Regis bersiul kagum. 'Wah.'

Hanya beberapa langkah yang diperlukan untuk menyeberangi pulau tempat ku berada. Aku menatap ke dalam kegelapan yang ada di bawah sebelum melihat ke atap yang tinggi di atas; dinding melengkung, lantai, dan langit-langit struktur gua ini terbuat dari kristal ungu yang sangat besar. Pemandangan serupa juga menghiasi pulau lainnya, beberapa seukuran semak-semak kecil, sementara yang lain tumbuh menjadi batu-batu besar yang bergerigi.

Rasanya seperti berdiri di inti geode (batu geode cek google) yang sangat besar dan bercahaya.

Sosok serigala bayangan Regis terbentuk di sampingku, melihat ke bawah saat dia menjilat bibirnya. “Bayangkan berapa banyak aether yang tersimpan di semua kristal ini.”

Mataku terfokus pada puncak menara hitam yang muncul dari sebuah pulau di tengah zona. Memerkuat penglihatanku dengan aether, aku hanya bisa melihat ukiran yang menutupi seluruh struktur tiga lantai. Itu juga satu-satunya di zona yang tidak mengandung aether. "Apa itu?"

Rekanku berhasil mengalihkan pandangan laparnya dari kristal aether untuk melirik menara hitam. "Entah... tapi seperti biasa di Relictomb, itu mungkin akan mencoba membunuh kita."

"Asumsi yang masuk akal." Aku mengangguk setuju sebelum beralih ke gerbang melengkung yang berkilauan dengan cahaya opalescent di ujung geode. "Setidaknya pintu keluar sudah terlihat."

"Sepertinya terlalu mudah," kata Regis, mengendus-endus di sekitar tepi platform. “Kita harus bermain lompat katak dari satu pulau ke pulau lain sampai kita mencapai portal?” Regis melompat melintasi celah dua puluh kaki ke pulau terdekat, lalu kembali lagi untuk membuktikan maksudnya.

“Jangan ragu untuk bermain lompat katak sendiri.” Aku mulai memetakan jalur aetheric hingga ke portal sebelum mengedipkan mata kepada rekanku. "Sampai jumpa di sebelah sana."

Regis mengutuk saat aku menggunakan God Step melintasi zona itu.

Namun, saat aku melangkah ke pulau berikutnya, jalan setapak mulai berkilau lalu berputar dan menguap menjadi kabut yang mengaburkan pandangan. Suasana bergetar dengan getaran yang memuakkan.

Tiba-tiba pusing, aku tersandung satu lutut.

"Apa-"

Deru angin kencang memenuhi seluruh zona. Asap berbintik ungu keluar dari ribuan kristal bercahaya, ditarik menuju obelisk (menara hitam) di jantung geode. Dengan naluri bertahan, aku memaksa gerbang di sekitar inti aetherku tertutup, tapi itu tidak ada gunanya; saluran aetherku tertarik keluar, aether yang ku kumpulkan sejak setelah sparring kami dipaksa keluar dan mengalir bersama gelombang kepulan asap yg berkumpul ke inti geode.

Suara tipis dan tegang berteriak disertai angin yang menderu.

Mataku membelalak ngeri saat melihat Regis, pingsan, bentuk fisiknya dengan cepat menyusut saat aether yang mengikatnya dipaksa keluar dari tubuh. Serigala bayangan iru menjadi anak anjing, lalu menjadi gumpalan, sebelum memudar menjadi percikan yang redup.

Aku mengulurkan tangan gemetar saat untaian bersinar dari bentuk hitam dan ungu memudar. Tinjuku mengepal tepat saat percikan terakhir mulai menyebar, dan jiwanya melayang ke dalam diriku, pikirannya gelap dan dingin.

Angin memudar, seperti halnya getaran mengerikan, meskipun sensasinya masih terasa di benakku dan jauh di dalam intiku yang sakit. Efek sampingnya mengirim kejang ke dada dan perutku, tetapi aku menahan rasa sakit, dan malah memaksa diriku kembali berdiri untuk mencari tahu apa yang baru saja terjadi.

Setiap inci tubuhku terasa sakit saat aku bergerak. Naga membutuhkan aether untuk bertahan hidup; tubuh mereka mengikis diri jika mereka tidak memiliki cukup aether—dan bentuk fisikku lebih mirip asuran sekarang. Aku tidak yakin berapa lama, tetapi rasanya bahkan darahku telah mengering menjadi pasir. Dan tidak ada satu pun partikel aether yang tersisa di atmosfer.

Regis terdiam, percikan kecilnya melayang di dekat intiku yang kosong.

Zona menjadi gelap kecuali pada obelisk. Sekarang berisi setiap butir aether di dalam geode—termasuk milikku—berada pada obelisk itu yang bersinar seperti lampu neon, menyala dengan kekuatan yang luar biasa. Aku tercengang.

Bahkan ketika pikiranku yang lelah dan sakit mengalami kesulitan untuk fokus, mataku terkunci pada puncak menara yang bercahaya seperti oasis di tengah gurun.

Tapi obelisk itu terus menjadi lebih terang.

Aku mengutuk, mengalihkan pandanganku dan mengamati pulau-pulau lain. Sebagian besar dari mereka memiliki tonjolan kristal, tetapi milikku tidak. Jika semua kristal telah diliputi aether ketika kami tiba, masuk akal bahwa—

Aku mengutuk lagi. Dua puluh kaki ke pulau terdekat terasa lebih jauh sekarang karena aku tidak bisa memperkuat tubuhku dengan sihir, tapi tidak ada pilihan lain selain melompat.

Mundur sampai tumitku ditekan ke bingkai portal yang mati, aku mengumpulkan semua kekuatanku sebelum berlari habis-habisan. Aku menabrak tepi pulau dengan kecepatan penuh dan menendang, melemparkan diriku ke udara menuju daratan sebelah, tetapi otot-ototku yang melemah melawan efek samping, dan aku tahu saat aku melompat bahwa itu tidak akan cukup.

Dadaku membentur tebing berbatu itu dengan suara berderak. Aku bergegas mencari pegangan di antara batu dan tanah lunak saat aku meluncur ke bawah, tapi gagal. Saat bagian bawahku berayun ke udara terbuka, tangan kiriku menyangkut pada sesuatu yang keras dan tajam: pecahan kristal seperti pisau yang tumbuh dari tanah.

Aku menggantung seperti itu selama satu tarikan napas sebelum obelisk itu menyala. Sebuah bola api aetheric meledak darinya, dengan cepat menelan pulau-pulau terdekat. Jeritan kesakitan keluar dari tenggorokanku saat aku mengangkat tubuhku—kristal yang memotong ke dalam telapak tanganku—sampai aku bisa menendang dengan satu kaki ke bagian samping pulau.

Dengan naluri murni, aku melemparkan diri ke belakang setumpuk kristal runcing, punggungku menekannya tepat sebelum cahaya ledakan itu menelanku.

Alih-alih membakar dagingku, ledakan aether itu ditarik ke dalam tumpukan kristal di belakangku.  Ledakan itu terus meluas melewatiku, tetapi area kecil tepat di belakang penghalang itu terlindung.

Aku dapat menonton dari sisi yang relatif aman saat bola cahaya yang meluas menabrak dinding yang jauh, memasukkannya dengan aether dan menerangi seluruh zona lagi.

Tanpa cara untuk mengetahui berapa banyak waktu yang kami miliki, aku berjuang untuk kembali berdiri, dengan napas terengah-engah, dan menekan tanganku yang berdarah ke kristal seukuran batu besar. Intiku dengan lapar melahap aether dari kristal itu, dan aku akhirnya bisa bernapas. Itu tidak banyak, tetapi cukup untuk menyembuhkan tanganku dan melindungi tubuhku dari efek samping kekurangan aether.

Aku melawan keinginan untuk memeriksa Regis dan fokus untuk keluar dari zona tersebut. Perutku melilit dan bergejolak saat aku mencari jalur aetheric.

Tidak ada jalan menuju portal keluar. Maksudku, tidak ada jalur yang bisa ku lalui. Titik-titik yang bercabang dan saling berhubungan—yang biasanya membuat semacam peta jalan dari satu ruang ke ruang berikutnya—terlilit dalam simpul yang rumit.

Lebih buruk lagi, aku sudah bisa merasakan getaran yang menyebabkan mual menumpuk lagi di perutku, bergetar melalui setiap partikel aether di zona secara bersamaan.

Tanpa jalan lain, aku kembali berlindung ke belakang kristal besar dan berharap itu akan melindungiku lagi. Ketika obelisk diaktifkan, semua aether di intiku terkoyak untuk kedua kalinya. Yang berhasil ku pertahankan hanyalah lapisan tipis yang ku bungkus di Regis untuk membuatnya tetap aman.

Rasa sakit itu tak terukur. Saat pupilku naik ke atas dan mulutku terbuka, menjerit tanpa suara, aku memfokuskan seluruh kekuatanku yang tersisa untuk tetap sadar.

Ledakan kedua menghempas melewatiku, gelombang api ungu tua yang terlihat menyapu serangkaian pulau, menerangi gugusan kristal aether satu per satu hingga menghantam dinding yang jauh. Gua itu kembali terang.

Aku tidak boleh mati seperti ini. Pasti ada sesuatu yang bisa kulakukan, aku meyakinkan diriku sendiri, menggertakkan gigiku dengan keras. Pikiranku yang lamban berjuang untuk menyortir semua yang ku tahu dan apa yang berpotensi untuk ku gunakan.

Obelisk di pulau tengah menyerap semua aether dari zona tersebut, lalu menggunakannya dalam semacam serangan ledakan. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika aku terkena ledakan itu, tetapi tanpa aether untuk bertahan, aku yakin itu tidak akan bagus. Selain efek destruktif apa pun yang dimilikinya, ledakan itu juga mendistribusikan kembali aether ke seluruh zona.

Waktu antara gelombang pertama dan gelombang kedua berbeda beberapa detik, jadi sepertinya ada beberapa teori acak yang terlibat. Sayangnya, ini berarti aku tidak bisa sepenuhnya mengandalkan waktu untuk bergerak melalui zona ini.

Tetapi gunungan kristal di pulau-pulau itu bertindak seperti perisai karena menyerap kembali sebagian aether. Sayang sekali mereka tidak bisa melindungi intiku dari terkuras berulang kali. Jika aku tidak dapat menemukan jalan keluarnya, efek samping kehabisan aether akan membunuhku.

Ketika sel-sel otakku dan darah di pembuluh darahku mulai bergetar lagi, aku mengatupkan gigi dan bersiap untuk yang terburuk. Itu datang lebih cepat kali ini setidaknya lima belas detik, dan aku bahkan belum cukup menyerap aether dari bukit kristal tempat aku berlindung.

Namun, kali ini berbeda. Cahaya berwarna amethyst yang melayang di dalam kristal bening meredup saat partikel aether ditarik keluar, tapi aku tidak merasakan apa-apa. Sepotong kecil aether yang kupegang, terbungkus dengan protektif di sekitar Regis, bergetar dengan getaran, tetapi tidak ditarik dariku.

Teka-teki terpecahkan.


Credit to Tapas as original english publisher. Support author dengan baca dan subscribe versi inggrisnya di tapas.
 
Suport admin:
Gabung ke Tapas menggunakan invite code AMIR280K untuk mendapatkan sekaligus menyumbang Ink!