Langsung ke konten utama

Novel The Beginning After The End Chapter 348 (Bag 1) Bahasa Indonesia



Bab 348:  Melee Enhancement Tactics (Bag 1)

Ketika aku kembali ke level kedua dari Relictomb, aku terlihat sangat kacau, seorang petugas berkacamata bergegas menemui saat melihat keadaanku yang basah kuyup.

"Pak?" dia bertanya dengan ragu-ragu. "Apa kau baik-baik saja? Dimana partymu?”

Aku menggelengkan kepalaku dan melangkah melewatinya. "Aku baik-baik saja. Solo ascent (ascent sendiri).”

Pria itu terus berjalan, tangannya membuka gulungan yang dibawanya dengan hati-hati di depannya. "Jadi begitu. Ya, solo ascent memang terkenal sulit, Pak. Siapa namamu? jadi aku bisa mencatat kepulanganmu. Ada accolade yang harus dilaporkan?”

Sambil berjalan, aku berkata, “Grey. Cukup Grey saja. Dan tidak ada."

“Kasihan sekali, Ascender Grey. Bolehkah aku memeriksa—”

Aku berhenti tiba-tiba, memaksa pria itu berhenti dan berbalik menghadapku. Menunjukkan tatapan jengkel ke arahnya, aku berkata, “Aku lelah dan ingin melanjutkan perjalanan. Apa pun yang kau butuhkan, segera lakukan saja. ”

Petugas itu berdeham dan memperbaiki kacamatanya sebelum mengeluarkan semacam tongkat. "Jika kau membawa artefak penyimpanan dimensi, tolong tunjukkan itu," katanya, agak kaku.

Aku mengulurkan tanganku, menunjukkan padanya cincin dimensi. Dia mengayunkan tongkat melewatinya, lalu di sepanjang tubuhku. Dia mendecakkan lidahnya. "Tidak ada accolade, seperti yang kau katakan." Selanjutnya, dia mengalihkan perhatiannya ke gulungan yang dibawanya. “Ascender GreyAscender…Oh, seorang profesor!.” Dia menulis sesuatu, bergumam pelan. "Aku minta maaf. Kau masih sangat muda, aku tidak menyadarinya…”

"Apa sudah selesai?" Aku bertanya dengan tidak sabar.

“Ya, Pak, tentu saja. Terima kasih atas kesabaranmu." Dia memberiku anggukan dan mulai berbalik, lalu berhenti.

Menutup mataku, aku menggosok dua jari ke pelipisku dan turun ke rongga mataku. "Ya?"

"Yah," dia memulai dengan ragu-ragu, "Aku hanya berpikir kau mungkin ingin tahu bahwa kegiatan belajar di Central Academy sudah dimulai tiga hari yang lalu." Dengan senyum canggung, dia kembali ke posnya.

"Sial," gerutuku, dan mulai menyeret tubuhku yang lelah melintasi lantai dua menuju platform teleportasi.

***

Dari aula di luar kelasku, aku sudah bisa mendengar tawa dan teriakan para remaja yang tanpa guru di kelasnya.

Aku menangkap potongan percakapan saat aku melangkah melewati pintu.

“—mengatakan padaku bahwa profesor baru itu bahkan bukan blood ternama. Seharusnya mudah untuk—”

“—sudah dengar tentang asisten baru yang keren dari Profesor Aphelion?”

“—kelas (pelajaran) ini adalah lelucon. Aku tidak percaya Striker harus membuang waktu kita dengan—”

“—serius? kelas lainku sangat sulit, aku berencana untuk beristirahat di kelas ini.”

Aku melihat sekeliling dengan cepat saat aku menuruni tangga. Dua wanita muda sedang sparring di ring duel sementara siswa lainnya bermain-main dengan kontrol. Sebagian telah mengeluarkan boneka sparring dan meninju mereka dengan canggung. Murid-murid yang lain duduk-duduk tanpa melakukan apa-apa.

"Profesor tidak masuk lagi," kata seorang anak berkacamata tanpa mengalihkan pandangan dari bukunya.

"Dia adalah profesor, Diakon," kata siswa lain. Itu adalah anak laki-laki berambut hitam yang jadi bos dari dua pembulli di perpustakaan.

"Kau terlambat," gerutu temannya yang Lebih besar, menyilangkan lengannya yang besar di depan dadanya.

"Dan kau melewatkan hari pertamamu," saut temannya yang tinggi, menendang kaki panjangnya ke atas sandaran kursi di depannya.

“Sangat tanggap,” kataku saat membuka pintu kantorku dan setengah melangkah melewatinya. “Kalian semua tampaknya belajar mandiri cukup baik hari ini. Aku akan berada di kantorku." Aku menutup pintu sebelum ada yang bisa menjawab, memotong diriku dari mata yang mengintip.

Ruang kelas kembali berceloteh saat pintuku tertutup.

"Bagus! Kita bebas."

“—persis seperti musim lalu—”

“—memang ide bodoh untuk berlatih tanpa mana.”

Sambil menghela, aku mengabaikannya dan duduk di kursi kantorku, mencondongkan tubuh ke depan untuk menyandarkan kepalaku di lenganku. Meskipun kelelahan, aku merasa senang sekali.

Aku benar-benar berhasil melakukannya.

Pikiranku berdengung saat aku mempertimbangkan hasil eksperimenku di Relictomb. Aku ingin membicarakannya, tetapi Regis sepertinya sedang hibernasi seperti yang dia lakukan saat aku berlatih dengan Three Steps di puncak di desa terpencilnya. Aku berharap dia akan memulihkan dirinya lebih cepat.

Menarik mainan puzzle yang diberikan Three Steps kepadaku, aku mengetuknya ke meja, mendengarkan suara benih di dalamnya. Aku tidak dapat mengisi kembali banyak aether dalam perjalananku melalui Relictomb tingkat kedua, dan intiku tampaknya sudah mencapai batasnya, tetapi melakukan sesuatu seperti ini akan membuatnya lebih rileks.

Memusatkan kesadaranku ke dalam diriku, hal pertama yang ku perhatikan adalah saluran aetherku. Banjir aether murni dari obelisk telah melebarkannya dan membersihkan bagian dalamnya dari ketidaksempurnaan.

Ada rasa sakit yang dalam dari intiku saat aku mewujudkan cakar aether dan mulai menggali ke dalam mainan seedpod, tapi aku fokus untuk menahan bentuknya. Meskipun aku tidak memiliki banyak aether untuk dimanipulasi, aku menemukan bahwa aether itu sendiri bergerak di sepanjang saluranku lebih cepat, artinya aku bisa memanifestasikannya ke titik tertentu di tubuhku hampir seketika.

Masih butuh waktu untuk memadatkan aether menjadi cakar tipis di jari telunjukku, dan pikiranku yang lelah berjuang untuk fokus pada bentuknya. Sebaliknya, aku mencoba fokus pada intiku.

Inti itu sendiri lebih besar dan lebih transparan. Warna kemerahan telah hilang seluruhnya, dan aether di dalamnya telah berubah menjadi rona ungu yang padat dan kaya. Berfokus dengan cermat, aku bisa melihat penggambaran yang jelas antara dua lapisan terpisah dari intiku: cangkang asli yang menopang dan menahan potongan inti manaku dulu, dan lapisan kedua yang lebih tebal.

Aku pertama kali menempa inti aetherku hanya murni dengan niat dan tekad. Pada titik terlemah dan paling putus asa, aku telah mengubah kekalahan mutlak menjadi kemenangan yang ajaib, melakukan sesuatu yang mungkin belum pernah dicapai oleh siapa pun dalam sejarah dunia ini.

Ketika inti aetherku mulai retak, aku menyadari bahwa aku harus bergerak melampaui perspektifku yang terbatas saat ini. Aku telah mengikuti jalan yang sama sebagai penyihir yang menggunakan mana, mengharapkan pertumbuhan melalui latihan, meditasi, dan pertempuran.

Inti Mana menjadi lebih cerah warnanya saat menjadi lebih murni. Ini adalah mekanisme biologis murni, alami untuk fungsinya. Meskipun membutuhkan meditasi yang khusus untuk meningkatkannya, bahkan seseorang yang tidak pernah fokus pada pemurnian inti mana mereka perlahan tetap akan berkembang melalui penggunaan yang berulang, seperti penguatan otot.

Tapi inti aetherku tidak alami. Tidak ada perkembangan biologis yang ditetapkan.

Melalui upaya yang signifikan, dan dibekali pengetahuan bawaan dari saat aku sebagai penyihir inti putih dan pengguna ki, aku telah mampu menghilangkan banyak ketidakmurnian dan ketidaksempurnaan di dalam intiku. Meskipun ini memungkinkanku untuk lebih mudah menyerap aether, dan dalam jumlah yang lebih besar, itu tidak membawa tahap kemajuan yang signifikan seperti peningkatan tahap oranye, kuning, dan perak.

Aku menyadari bahwa aku harus lebih berhati-hati. Jika inti aetherku tidak berevolusi dengan sendirinya, aku harus menemukan cara untuk memaksanya.

Memanfaatkan jaringan besar aether dari perangkap obelisk, aku telah membentuk lapisan kedua di sekitar intiku — meski sangat lambat, dan sangat menyakitkan.

Sayangnya, proses itu membutuhkan hampir semua aether disalurkan ke obelisk, sehingga pada saat aku selesai tidak ada yang tersisa untuk diserap sendiri, membuat tubuhku lemah dan sakit.

Sekarang setelah aku berhasil melakukannya, aku bertanya-tanya: Bisakah aku melakukannya lagi? Dengan aether yang cukup, bisakah aku terus menambahkan lapisan ke intiku, tumbuh secara eksponensial menjadi lebih kuat dengan semakin banyak lapisan?

Itu memungkinkan. Rintangan terbesar adalah menemukan sumber aether yang cukup kuat untuk menempa lapisan itu dalam sekali duduk, hampir kebalikan dari menahan aether yang cukup di intiku untuk memasukkannya ke batu Sylvie dan memecahkan lapisannya.

Pada momen mendesak, ketika aku tidak punya pilihan selain melakukan sesuatu yang berbahaya atau berisiko melumpuhkan inti aetherku, pikiran itulah yang memberiku inspirasi. Bagaimana batu, atau telur Sylvie, menggunakan banyak lapisan untuk menyerap dan menahan aether menjadi dasar dari metodeku sendiri.

Terima kasih, Sylv, pikirku. Bahkan saat tertidur dalam telurmu, kau terus menunjukkan cara untuk membuatku terus maju.

Ada ketukan di pintu. Aku mengabaikannya.

Ketukan selanjutnya. "Profesor Grey?"

Aku menghela nafas dan melepaskan cakar aether. "Masuk."



Credit to Tapas as original english publisher. Support author dengan baca dan subscribe versi inggrisnya di tapas.
 
Suport admin:
Gabung ke Tapas menggunakan invite code AMIR280K untuk mendapatkan sekaligus menyumbang Ink!